Senin, 05 Desember 2011

Hancurnya Peradaban Kami Akibat Pornografi

Hancurnya Peradaban Kami Akibat Pornografi




Saya membayangkan puluhan anak-anak dan orangtua para santri yang dicabuli dan dilecehkan secara seksual oleh guru ngaji di wilayah Kebon Bawang, Jakarta Utara. Rusak semua, agama menjadi dinistas, masa depan para santri terluka, orangtua tak kurang sakitnya. Sebabnya, pornografi!


Saya juga membayangkan kedua orangtua gadis kecil berinisial PA, yang diperkosa dua orang temannya di toilet sekolah pada jam pelajaran olahraga. Januari lalu, PA diperkosa oleh D, yang berumur 10 tahun dan R yang berumur 13 tahun hingga tak sadarkan diri. Mereka bertiga, duduk di kelas V Sekolah Dasar Negeri 13 Pagi, Duren Sawit, Jakarta Timur. Bagi PA dan kedua orangtuanya, hari itu peradaban keluarga mereka hancur, akibat pornografi yang telah memapar otak-otak bocah seperti R dan D.


Selang sepekan, berita yang lebih dahsyat lagi terdengar dari Purbalingga. Lima siswa Sekolah Dasar mencabuli bocah usia Taman Kanak-kanak, sebut saja namanya Bunga. Lima orang bocah ini baru duduk di kelas tiga dan empat Sekolah Dasar Negeri Kebutuh, Bukateja, Purbalingga. Mereka dengan tega mencabuli adik TK mereka, karena ingin mempraktikkan video mesum yang telah mereka tonton bersama. Bahkan, ada salah seorang di antaranya telah melakukan perkosaan kepada bocah TK untuk kedua kalinya. Bagi Bunga dan kedua orangtuanya, hari itu juga mungkin hari yang meruntuhkan masa depan dan kehidupannya.


Kisah-kisah dan fakta seperti inilah yang membuat saya, bersama sahabat-sahabat guru mendirikan semacam teachers initiative, yang kami namakan Teachers Working Group. Misi besarnya adalah menjadi sahabat guru, melakukan pendampingan dan memperkaya skill teaching sesama guru. Tapi itu semua kami kerjakan dengan kesadaran penuh untuk membangkitkan guru melawan segala bentuk gejala sosial yang mengancam dan mengintai anak-anak murid kami.


Kami berkeliling ke kota-kota di Indonesia, untuk membangkitkan kebanggaan para guru dan selanjutnya mendorong guru untuk mengambil peran sosial dan memimpin perubahan, meski kecil dan tidak seimbang dengan kerusakan yang menjalar.


Akhir Januari lalu misalnya, dalam sebuah sarasehan dan seminar yang kami gelar di Tangerang, sengaja kami mengangkat tema Menemani Murid yang Bermasalah. Dan ternyata, masalah yang mengemuka sedikit sekali tentang hambatan belajar, sebagian besar justru masalah sosial, wabil khusus kehidupan bebas di tengah para murid-murid kami.


Ibu Indrawati misalnya, guru salah satu SMP Negeri di wilayah itu. Selepas acara menemui kami, para panitia dan curhat sambil meneteskan air mata. Sebagai guru, dia dekat dengan murid-muridnya dan ingin berbagi setiap jengkal kebaikan tentang hidup pada mereka. Satu hari, dia mendapati muridnya yang baru kelas II SMP, mengadu tentang dirinya yang telah melakukan hubungan intim dengan pria kuliahan yang dikenalnya lewat facebook. Dan yang melakukan hal seperti itu, tidak saja dirinya, tapi banyak juga teman yang lainnya. Ada yang melakukan di hotel, di tempat-tempat tertentu, bahkan di rumah mereka sendiri di saat orangtua mereka pergi.


Sebagai guru, Ibu Indrawati merasa sedih sekaligus bingung mendapat masalah seperti ini. Sebab, sang murid bercerita, bahwa sekarang, yang disebut pacaran selalu dan harus melibatkan hubungan intim di antaranya keduanya. Karena bingungnya, ibu guru yang satu ini curhat untuk mencari solusi kepada guru lainnya. Tapi sedihnya, bukan solusi atau berbagi rasa yang didapatkan. “Makanya, jangan deket-deket sama murid, nanti dapat masalah,” begitu sambutan guru lain yang diajaknya bicara.


Maka, siang hari itu, kami menangis bersama. Seolah bertemu dengan teman-teman seperjuangan yang berjanji akan bekerja sekuat daya untuk mendampingi anak-anak murid kami.


Bulan sebelumnya, kami membuat acara yang sama di wilayah Bandung. Sekitar 250 guru hadir dan terlibat. Salah satu pembicara adalah Ibu Endang Yuli Poerwati, guru agama SMA Negeri IV, Bandung. Kisah yang dituturkannya bermula dari anak bayinya yang terjatuh dari tempat tidur. Karena khawatir, dibawalah sang bayi untuk diurut oleh “dukun bayi” yang di Bandung lebih dikenal dengan sebutan paraji. Selepas mengurut bayi, sang paraji meminta bantuan, bersediakah Ibu Yuli membawa dan merawat bayi yang beberapa malam lalu ditinggalkan kedua orangtuanya yang masih remaja, ketika mereka datang untuk dibantu saat melahirkan.


Dan ini menjadi kisah awal dari perjalanan Ibu Yuli. Kini di rumahnya tinggal belasan anak-anak yang diasuhnya seperti anak sendiri, dan kisah mereka nyaris sama, tak jauh berbeda. Ada yang hasil perkosaan, ada yang karena pergaulan bebas, ada pula anak dari gadis yang dihipnotis lelaki bejat, dan bahkan ada anak yang dijual orangtuanya sendiri karena keperitan hidup.


Ada pula kisah salah satu sahabat kami yang telah melahirkan sebuah buku berjudul La Tahzan for Teachers, Irmayanti. Dia kini mengajar di salah satu sekolah menengah atas di bilangan Ciledug, Tangerang. Ketika pertama kali masuk dan mengajar, beberapa guru memberitahukan sesuatu yang mencengangkan. Jangan dikira anak-anak ini masih perawan semua!


“Mendengar kalimat itu hati saya seperti dicekal, sampai sulit bernapas,” terang Irmayanti. Siswanya tidak banyak, kurang lebih hanya 100 orang, dan 30 di antaranya anak perempuan. Hampir semuanya terlibat wajar dan baik-baik saja. Anak-anak perempuan ini patuh, rajin, berjilbab, menggunakan baju lengan panjang dan rok panjang nan longgar yang menutup aurat. Bahkan mereka sering shalat dhuha berjamaah di sekolah dan rajin mengikuti bimbingan rohis dalam halaqah, lingkaran 10 orang yang ditemani pembinanya.


Tapi semua gambaran itu seolah runtuh, peradaban baik itu seolah hancur ketika salah seorang murid setelah tangisan panjangnya mengadu bahwa dia sudah ditiduri sang pacar. Hati Irmayanti seolah semakin hancur ketika bertemu seorang guru yang berkata dengan ringan, “Kita bertanggung jawab atas mereka sejak bel masuk sekolah sampai bel pulang sekolah. Memastikan anak-anak ini berlaku baik dalam rentang waktu itu.”


Dalam catatan di bukunya, Irmayanti menuliskan kepedihan itu. “Sekolah menengah dipenuhi anak-anak baru gede yang bingung. Mereka belum lagi memiliki prinsip, gempuran sudah datang bertubi-tubi dari sana dan dari sini. Gaya hidup, pergaulan, konsumerisme, tontonan. Kasihan. Mereka tak paham, milik siapa tubuh ini dan tak tahu bagaimana memperlakukan dengan penuh hormat diri sendiri.”


Maka, sebagai penutup saya ingin berbagi angka semua dengan pembaca. Tahun 2010, tercatat angka 120 ribu penderita HIV/AIDS di seluruh Indonesia, 40 ribu di antaranya adalah ibu rumah tangga dan sebagian besar penderita berusia di bawah umur 24 tahun.


Ini baru angka yang mampu dicatat oleh Kementerian Kesehatan dan Komisi Perlindungan HIV/AIDS Indonesia. Angka yang sebenarnya, tidak akan pernah terungkap dan jauh lebih besar daripada yang didapat.


Di Jakarta, Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan Dinas Kesehatan DKI Jakarta merilis angka penderita penyakit kelamin di Jakarta berjumlah 9.060 orang, dengan rincian 5.051 orang berjenis kelamin perempuan dan sisanya pria. Dari total jumlah penderita tersebut, 3,007 di antaranya masih berusia antara 14 dan 24 tahun.


Ini belum ditambah dengan angka aborsi di Indonesia. Setiap tahun, janin-janin yang dibunuh akibat zina yang dilakukan oleh pemuda dan pemudi kita semakin meningkat, bahkan mencapai 2,6 juta per tahunnya. Lagi-lagi, itu baru yang mampu tercatat. Bahkan, ada yang membuat rata-rata, setiap hari ada 30 bayi yang dibuang oleh orangtua laknat. Ada yang dicacah di dalam WC kampus, ada yang dimakan anjing di jalanan, ada yang tersangkut di jembatan terseret aliran sungai, ada yang dibuang begitu saja seolah sampah.


Jika fenomena ini semua belum lagi bisa disebut tanda-tanda atas hancurnya peradaban, lalu kita akan menyebutnya apa? Apakah fenomena ini baru bisa disebut dampak kehancuran pornografi yang memicu kehidupan zina setelah orang-orang yang tak pernah khawatir adalah korbannya?


Mari, bersama angkat beban. Meski sedikit dan ringan, gelombang besar ini harus dibendung dengan perjuangan. Kita harus menahannya dengan kantung-kantung pasir agar kerusakan akibat banjir tak melebar dan bertambah besar. Dan semoga Allah menolong kita dan menjadi saksi atas semua usaha ini, meski masih sangat kecil sekali


*Jurnalis Muslim dan Penggerak Teachers Working Group (TWG)

http://www.eramuslim.com/

— with Thyna THakmuaudickityuage, Ratna Tanpa Galih, Eva Zulviana Harahap, Thatita Akhwat, Nessa Maniez, Tiara Nur Azizah, Shin Junsu, Itta Anak Indonesia, Bukhari Nashir El-Bunash, Megawati Zahri, Rhina Syalala, Adhit Yanto and Anita Novi Yanti.

Sabtu, 01 Oktober 2011

Kesalahan Orang Tua Sebab Anak Tidak Shalih

Kesalahan Orang Tua Sebab Anak Tidak Shalih

Kesalahan Orang Tua Sebab Anak Tidak Shalih, buku islami, buku islam, diva press, Ali Hasan Az Zhecolany
buku islami, seri orang tua

Kesalahan Orang Tua Sebab Anak Tidak

Shalih

Diva press
Ali Hasan Az Zhecolany

Harga Rp. 25. 000



Dewasa ini, kita kerap menyaksikan berbagai peristiwa mengerikan yang terjadi dalam kehidupan anak-anak, generasi penerus bangsa ini. Acap kali kita saksikan kehidupan anak-anak telantar, anak-anak yang amoral, bahkan ada sebagian yang telah berubah menjadi pelaku kriminal, terjerumus dalam jeratan narkoba, dan berbagai perilaku menyimpang lainnya. Inilah realitas kehidupan anak-anak di seputar kita yang tidak dapat dipungkiri lagi.
Anak-anak kita tumbuh menjadi anak nakal, tidak shalih, jauh dari apa yang kita harapkan selama ini. Lebih miris lagi, ternyata kita sebagai orang tua juga terlibat dan memiliki andil cukup besar dalam menjerumuskan anak-anak ke dalam kehidupan yang serba mengerikan itu.
Buku yang ada di hadapan Anda ini akan mengupas tuntas beragam kesalahan orang tua dalam mendidik anak, sehingga anak tidak tumbuh sebagai anak shalih seperti yang diharapkan. Buku ini akan menelanjangi kekeliruan Anda dalam mendidik anak selama ini, sekaligus membimbing Anda bagaimana seharusnya membesarkan dan mendidik anak.
Inilah buku bacaan wajib para orang tua dan para pendidik di negeri ini!
Selamat membaca buku islami ini..
untuk pemesanan 0815 8 4444 358 

untuk info buku lebih lengkap KLIK DISINI

Minggu, 24 Juli 2011

Ensiklopedia Bid’ah

Ensiklopedia Bid’ah

Ensiklopedia Bid'ah, buku islami, buku islam, darul haq, Hammud bin Abdullah al-Mathar
buku islami, seri wawasan

Ensiklopedia Bid’ah

Penulis :Hammud bin Abdullah al-Mathar

Harga : Rp.85.000,-

Deskripsi : xix + 505 hal. (HC) Hudzaifah Ibnu al-Yaman, seorang sahabat yang dikenal sebagai penjaga rahasia Nabi SAW pernah berkata, Di saat kebanyakan manusia bertanya kepada Rasulullah SAW tentang kebaikan, aku malah bertanya kepadanya tentang keburukan, karena aku takut akan terperosok ke dalamnya. Setelah kepergiannya, kita melihat banyak manusia terperosok ke jurang kesesatan, karena mereka hanya belajar tentang pintu-pintu kebajikan semata, namun melupakan pengetahuan tentang jurang-jurang kesesatan. Lalu bagaimana dengan bid’ah yang keberadaannya bagaikan hembusan angin yang tidak tersekat oleh ruang dan waktu ? Perbuatan ini lebih disenangi dan dicintai oleh setan daripada perbuatan maksiat dan dosa-dosa besar. Karena pelaku maksiat sangat mungkin untuk bertaubat, dan mengetahui bahwa itu adalah perbuatan dosa. Adapun pelaku bid’ah, ia telah terkecoh dengan banyaknya manusia yang melakukan bid’ah tersebut sehingga ia beranggapan bahwa perbuatan itu adalah suatu kebenaran. Sungguh indah senandung syair yang berbunyi, Aku mengetahui keburukan bukan untuk menceburkan diri ke dalamnya, namun untuk menghindar darinya. Barangsiapa yang tidak mengetahui keburukan niscaya dia akan terjatuh ke dalamnya. Buku ini menjelaskan tentang seluk-beluk berbagai macam bid’ah yang terjadi di berbagai penjuru bumi. Dikemas dalam bentuk tanya jawab sehingga seolah pembaca berdialog dengan seorang guru. Penjelasan ini akan membuat anda mengetahui dan mengenal ragam bid’ah sehingga anda tidak terperosok ke dalamnya, bi idznillah. Maka, berhati-hatilah dan jangan jadikan diri anda sebagai buruan yang masuk ke dalam perangkap setan, sehingga anda akan menjadi teman setianya di neraka.

buku islami ini layak sekali untuk anda baca.

Sabtu, 02 Juli 2011

Ternyata lebih banyak wanita di neraka

Ternyata lebih banyak wanita di neraka

http://buku-islami.com

buku islami, buku islam, Khalifi Elyas Bahar, diva press, bacaan ringan, neraka
buku islami, seri wanita

Ternyata lebih banyak

wanita di neraka

penulis     : Khalifi Elyas Bahar
penerbit  : Diva press

Rp. 30.000

Ada sebuah riwayat yang mengatakan bahwa lebih banyak perempuan yang masuk neraka dibandingkan laki-laki. Pertanyaannya, benarkah demikian? Apa sebabnya mereka masuk neraka? Dosa-dosa apakah yang telah mereka lakukan? Apa karena mereka perempuan sehingga layak masuk neraka? Dan, banyak pertanyaan lain yang mungkin selalu menggelitik rasa penasaran Anda.
Semua jawabnya ada dalam buku ini.
Buku luar biasa ini akan menunjukkan dan menjelaskan kepada Anda semuanya tentang apa dan mengapa lebih banyak perempuan yang masuk neraka. Dengan bahasa yang tidak menggurui, jauh dari “sok suci”, buku ini akan menggambarkan dengan sangat detail segala tetek bengek yang jelas-jelas “tidak baik” tetapi masih terus dilakukan oleh wanita.
Membaca buku ini serasa menguliti diri sendiri dan menyingkap rahasia yang kita simpan rapat-rapat di kedalaman hati.
-    Neraka dan Penghuninya
-    Perempuan Sebagai Penghuni Neraka Terbanyak
-    Dosa-Dosa Penyebab Perempuan Masuk Neraka
-    Pernak-Pernik Kehidupan Perempuan yang Dapat Mengantarkannya ke Neraka
-    Pedihnya Siksa Neraka
-    Macam-Macam Siksa di Neraka
-    Penghuni yang Kekal di Neraka
-    Penghuni yang Tidak Kekal di Neraka
-    Pilih Surga atau Neraka

Jumat, 27 Mei 2011

ENSIKLOPEDIA LEADERSHIP DAN MANAJEMEN NABI MUHAMMAD SAW

ENSIKLOPEDIA LEADERSHIP DAN MANAJEMEN NABI MUHAMMAD SAW

untuk pemesanan :  081314658527  -  021-70095506


buku islami,ENSIKLOPEDIA LEADERSHIP DAN MANAJEMEN MUHAMMAD SAW  “The super leader super manager”,riwayat rosululloh saw8 Jilid
Hard Cover
Kertas Matt Papper
Lebih 2.000 halaman
Berat 15 Kg

Harga 1 set  Rp. 3.125.000
HEMAT    Rp. 625.000

jadi hanya Rp. 2.500.000

Buku karya Dr. Muhammad Syafii Antonio, M.Ec yang sebelumnya telah terbit dengan judul “Muhammad SAW, the Super Leader Super Manager” (IBF Award Winner, 2009) kini telah hadir dalam bentuk ensiklopedia dengan 8 spektrum leadership dan managerial Rasulullah SAW.
Pembahasan masing masing spektrum hanya satu bab, sekitar 20 halaman, sementara di ensiklopedia menjadi satu volume sekitar 250 hingga 350 halaman, lengkap dengan photo, sketsa serta matrik dan diagram.
Buku Ensiklopedia ini terdiri dari 8 jilid, yaitu :

1. KEPEMIMPINAN DAN PENGEMBANGAN DIRI

Rasulullah SAW adalah seorang yang mampu mengembangkan diri dan mengatasi berbagai kesulitan hidup dengan luar biasa. Ia terlahir yatim, usia 6 tahun yatim piatu dan diasuh sang kakek. Usia 8 tahun kakek pun meninggal dan dititipkan ke sang paman tang relatif miskin. Dalam usia dibawah 10 tahun ia harus mengais nafkahnya sendiri menjadi penggembala, mencari kayu bakar, buruh batu dan pasir serta bekerja serabutan untuk penduduk Mekkah. Hingga akhirnya menjadi pengusaha tangguh nyaris tanpa Modal. Bagaimana Muhammad SAW muda melakukan ini semua?
1. Jazirah Arab : Geography & Social Political Setting
2. Nasab Nabi Muhammad SAW
3. Mekkah dan Serangan Tentara Bergajah
4. Kelahiran dan Masa Kanak-Kanak : Kemandirian dalam Keterbatasan
5. Kesucian Muhammad dari Dunia Jahiliyah
6. Tanda-Tanda Kenabian
7. Fisik dan Emosi Muhammad SAW
8. Rintangan dan Penganiayaan Kaum Musyrik
9. Ejekan dan Bujukan
10. Ketegaran Menghadapi Boikot
11. Tahun Duka Cita
12. Isra’ Mi’raj
13. Mukjizat Nabi Muhammad SAW
14. Al-Qur’an Mukjizat Terbesar
15. Kejujuran Muhammad SAW
16. Sifat Amanah Rasulullah SAW
17. Muhammad SAW yang Cerdas
18. Kembali ke Ilahi
19. Menjadi Rahmat yang Abadi Sepanjang Masa

2. BISNIS DAN KEWIRAUSAHAAN

Rasulullah SAW adalah model sukses bisnis. Ia membangun jiwa entrepreneurship, memulai bisnis dengan minim modal, membangun kepercayaan para investor, menjelajahi pasar pasar regional Jazirah. Nabi menetapkan kebijakan ekonomi politik yang mampu menopang berkembangnya peradaban baru. Ia membangun Baitul Mal (Federal Reserve) dan mengadopsi mata uang anti inflasi. Ia menyatakan perang terhadap korupsi seraya mendorong kreatifitas dan innovasi dalam berbagai bidang industri dan perdaganan global. Ia mengajarkan ummatnya untuk hidup kaya dalam taqwa, zuhud dalam keberlimpahan, mandiri serta memberdayakan sesama.
1. Muhammad SAW di antar lingkungan bisnis dan budaya perdagangan Arab
2. Muhammad SAW membangun jiwa usaha sejak dini hingga dewasa
3. Sikap Rasulullah SAW terhadap harta, kekayaan dan kemiskinan
4. Business is ibadah & jihad
5. The speed of trust (Al-Amin)
6. The tradition of Quality (itqan)
7. Prophetic business wisdom (siddiq, amanah, fatanah, dan tabligh)
8. Nabi Muhammad SAW berbisnis dengan nilai-nilai mulia dan karakter terpuji
9. Halal oriented business & transactions
10. Perang Rasulullah SAW terhadap korupsi
11. Transaksi yang diperkenankan Rasulullah SAW
12. Transaksi yang dilarang Rasulullah SAW
13. Strategi sukses bisnis Rasgulullah SAW
14. Rasulullah SAW teladan kaya dalam kesederhanaan
15. Konglomerat sahabat : Kaya lagi takwa, zuhud dalam keberlimpahan
16. Kebijakan politik ekonomi Rasulullah SAW
17. Dinar : Mata uang Rasulullah SAW dan mata uang masa depan
18. Baitul Mal Rasulullah SAW dan setelahnya
19. Pusat-pusat perdagangan Arab Pra-Islam dan masa awal islam
20. Komoditas perdagangan Arab Pra-Isalm dan masa awal Islam

3. MENATA KELUARGA HARMONIS

Salah satu sisi kehidupan Rasulullah SAW yang paling banyak disalah fhami adalah aspek kehidupan keluarganya. Kita jarang mengkaji berapa usia Rasul saat menikah lagi, bagaimana kondisi sosial ekonomi janda tua yang dinikahi Rasul, berapa jumlah anak bawaan janda tersebut, bagaimana dampak dakwah dan kemenangan sosial politis yang ditimbulkan. Bagaimana Rasul menjadi kakek teladan, suami yang bijaksana, ayah idaman keluarga serta mertua yang penuh pengertian. Ia menyapu sendiri, menjahit pakaiannya yang robek dan menyiapkan masakan di dapur.
1. Sisilah Nabi Muhammad SAW
2. Memahami Pernikahan Nabi SAW
3. Khadijah Binti Khuwailid SAW
4. Saudah Binti Zum’ah
5. Aisyah Binti Abu Bakr
6. Hafsah Binti Umar Bin Khattab
7. Zainab Binti Khuzaimah
8. Ummu Salamah Binti Umayyah
9. Zainab Binti Jahsy
10. Juwariyyah (Burrah) Binti Al-Harits
11. Safiyyah Binti Huyay Al-Akhtab
12. Ummu Habibah (Ramlah) Binti Abu Sufyan
13. Maimunah Binti Al-Harits
14. Mariyah Al Qibtiyyah
15. Muhammad Suami Idaman
16. Putra-Putri Nabi SAW
17. Ayah Teladan
18. Para Menantu Nabi SAW
19. Mertua yang Pengertian
20. Para Cucu Nabi SAW
21. Kakek Penyayang
22. Silsilah Keturunan Nabi SAW

4. MANAJEMEN DAKWAH

Jumlah kaum muslimin yang tidak kurang dari 1,3 Milyar orang yang tersebar di seluruh penjuru dunia adalah bukti yang tidak terbantahkan dari kesuksesan Manajemen Dakwah Rasulullah SAW. Ia mengajak manusia untuk menempuh jalan hidayah, jalan yang lurus, lempang dan terang benderang. Ia mengajar manusia untuk memikirkan makna dan tujuan hidup. Apa yang harus dilakukan saat hidup dan apa yang akan di bawa setelah berakhirnya hidup. Diatas itu semua ia mengajarkan dunia tentang kebebadan beragama. Ia mengajarkan hidup rukun dan toleransi dengan pemeluk agama lain.
1. Bermula di Gua Hira
2. Terputusnya Wahyu
3. Dakwah Secara Sembunyi-Sembunyi
4. Generasi Islam
5. Dakwah Secara Terbuka
6. Reaksi Terhadap Dakwah Nabi
7. Pemicu Kebencian Terhadap Dakwah Nabi
8. Pemboikotan dan Hijrahnya Kaum Muslimin
9. Memanfaatkan Musim Haji
10. Dakwah ke Luar Mekkah
11. Isra dan Mi’raj Perintah Shalat dan Ujian Iman
12. Dakwah Periode Madinah
13. Pasca Penaklukan Mekkah
14. Penyebaran Islam Bukan dengan Pedang
15. Pusat Dakwah Nabi
16. Metode dan Proses Turunnya Wahyu
17. Menjaga Kemurnian Wahyu
18. Kunci Sukses Dakwah Nabi SAW

5. KEPEMIMPINAN SOSIAL DAN POLITIK

Masyarakat madinah adalah masyarakat yang kompleks dan heterogen. Dikalngan Muslim ada kaum Muhajirin dan Anshar bahkan tidak sedikit juga yang Munafik dibawah pimpinan Abdullah Ibn Ubay Ibn Salul. Dikalangan non Muslim ada yang menganut Paganisme, Nashari dan Yahudi. Kaum paganismne memiliki Raja nya sendiri Ka’ab Ibn Ashraf. Yahudi pun bersuku suku seperti Bani Nadhir, Bani Quraidzah dan Bani Qunaiqa’. Dengan piawai Rasulullah SAW menciptakan keharmonisan di Madinah. Ia juga menjalin hubungan diplomasi dengan pemimpin regional Jazirah.
1. Muhammad SAW : Negarawan Teladan
2. Pembentukan Kareakter Politik Nabi SAW
3. Muhammad SAW yang Terpercaya
4. Political Leadership Muhammad SAW
5. Strategi Universal Rasulullah SAW
6. Manifesto Politik Muhammad SAW
7. Hijrah : Perjalanan Mengubah Sejarah Dunia
8. Deklarasi Negara Islam : Kematangan Rencana Politik
9. Piagam Madinah : Pelopor Konstitusi Modern
10. Revolusi Sosial Muhammad SAW
11. Tata Kelola Pemerintahan Rasulullah SAW
12. Pribadi Pemimpin yang Luhur
13. Komunikator yang Fasih
14. Kebebasan Beragama pada Masa Rasulullah SAW
15. Diplomasi Rasulullah SAW
16. Politik Dalam Negeri Rasulullah SAW
17. Kebijakan Luar Negeri
18. Kunci Sukses Poitik Muhammad SAW
19. Politik Umat Islam Kontemporer

6. SANG PEMBELAJAR DAN GURU PERADABAN

Rasulullah SAW adalah pembelajar sejati dan guru besar peradaban dunia. Meski tumbuh dikalangan yang minim praktek baca tulis, Rasulullah adalah pembelajar yang cepat. Ia belajar dari pasar, teman teman, perjalanan dagang dan alam. Nabi mengajarkan mulianya ilmu dan urgensi ilmu untuk mencapai kesuksesan dunia akhirat. Lebih dari itu i pun memberikan puluhan teladan “holistic learning method”. Bahwa proses belajar mengajar yang efektif memerlukan scanning & levelling, active interaction dan learning conditioning. Belajar baru membuahkan hasil jika ada story telinh, analogy & case study, body language, self reflection, focus & point basis dan affirmation & repetition.
1. Self Education (Mendidik diri sendiri sebelum mendidik orang lain)
2. Anjuran Menuntut Ilmu
3. Muhammad SAW Sang Pembelajar
4. Nabi SAW yang (Pernah) Ummi
5. Lembaga-Lemabaga Pendidikan di Masa Rasulullah SAW
6. Pusat Pendidikan Pasca Rasulullah SAW
7. Tuntutan Terhadap Para Guru
8. Learning Conditioning Mengkondisikan Proses Belajar
9. Active Interaction Interaksi Aktif
10. Apllied-Learning Method Metode Belajar Terapan
11. Scanning and Levelling Mengamati dan Mengelompokkan
12. Discussion and Feed-Back Diskusi dan Minta Masukan
13. Story Telling Cerita dan Kasih
14. Analogy and Case Study Perumapamaan dan Studi Kasus
15. Teaching and Motivating Mengajar Sambil Menyemangati
16. Body Language Bahasa Tubuh
17. Multimedia & Digital Technology Multimedia dan Teknologi Digital
18. Reasoning and Argumentation Dalil dan Argumentasi
19. Self Reflection Perenungan Diri
20. Affirmation and Repertition Penguatan dan pengulangan
21. Focus and Point Basis Fokus Satu Demi Satu
22. Question and Answer Method Metode Tanya Jawab
23. Guessing With Question Menerka Dengan Pertanyaan
24. Punishment Hukuman yang Mendidik
25. Reward
26. Pendidikan Lintas Negara
27. Proper Sex Education Pendidikan Seksualitas yang Tepat
28. Penutup

7. PENGEMBANGAN HUKUM

Mahkamah Agung Amerika Serikat (Supreme Court) memberikan pengakuan dan penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai satu dari 18 Law Giver terbesar sepanjang sejarah bersama Hammurabi, Julius Caesar, Justianian dan Charlemagne. Sistem hukum yang diajarkan Rasulullah SAW juga mencerminkan bahwa Hukum Islam itu syumul (menyeluruh), jalb al-mashalih (mengedepankan kemaslahatan), tadarruj (unsur pentahapan) dan qilatul Taklif (tidak membertakan). Ia bersifat murunah (moderasi), serta penuh keadilan (al-‘adalah).
1. Nabi Muhammad SAW sebagai Pemimpin Hukum
2. Karir Hukum Nabi Muhammad SAW
3. Pembentukan dan Pembinaan Hukum Islam
4. Peran Rasulullah SAW dalam Pembinaan Hukum
5. Kerangka Dasar Hukum Islam
6. Karakteristik Hukum Islam
7. Legalisasi Hukum Islam pada Masa Nabi SAW
8. Ijtihad pada Masa Nabi
9. Maqasid asy-Syari’ah dalam Hukum Islam
10. Ushul Fikih : Metodologi Hukum Islam
11. Epistimologi Hukum Islam
12. Produk Pemikiran Hukum Islam
13. Kebangkitan Hukum Islam
14. Perbedaan Mazhab Fikih
15. Pembaharuan Pemikiran Hukum Islam
16. Hukum Islam yang Humanis

8. KEPEMIMPINAN DAN STRATEGI MILITER

Selama 10 tahun mempertahankan kedaulatan Islam. Rasulullah telah memimpin tidak kurang dari 9 perang besar dan mengatur 53 ekspedisi militer. Tetapi dalam interaksi militer yang luar biasa besar dan panjang itu korban jatuh 379 jiwa saja. Jauh dibawah 15.323.100 jiwa pada perang dunia pertama dan 62.537.400 jiwa pada perang dunia kedua. Rasulullah mengajarkan bahwa strategi harus diawali dengan musyawarah, selalu waspada, tidak mudah marah, bersikap adil kepada semua pasukan, mengapresiasi yang berprestasi dan minimalisir jumlah korban. Perang bukanlah untuk menumpas manusia tetapi menyingkirkan sebagian orang yang menjadi penghalang kebenaran.
1. Strategi Militer Muhammad SAW
2. Muhammad SAW Negosiator Ulung
3. Musyawarah Dalam Menentukan Strategi Militer
4. Mengalahkan Musuh Tanpa Pertempuran
5. Meminimalisir Jumlah Korban
6. Muhammad SAW Panglima yang Tangguh
7. Pendelegasian Kepemimpinan Pasukan
8. Membaw Tradisi Baru Dalam Perang
9. Komunikasi Militer yang Tegas dan Jelas
10. Selalu Waspada
11. Turun ke Lapangan dan Front Terdepan
12. Memberikan Apresiasi dan Adil Terhadap Pasukan
13. Arab Pra-Islam dan Tradisi Perang
14. Perang Fijar “Training Militer” Pertama Muhammad SAW
15. Hiful Fudhul : Pengalaman “Berorganisasi” Pertamab n
16. Strategi Ketika Masih Lemah
17. Ancaman Militer Dari Luar Madinah
18. Ancaman Dari Dalam Madinah
19. Strategi Pertahanan Madinah
20. Perang Badar Kubra
21. Ekspedisi Antara Badar dan Uhud
22. Perang Uhud
23. Ekspedisi Antara Uhud dan Khandaq
24. Perang Khandaq
25. Ekspedisi Pasca-Perang Khandaq
26. Perang Khaibar dan Ekspedisi Setelahnya
27. Penaklukan Mekkah
28. Ekspedisi Pasca-Penaklukan Mekkah
29. Perang Hunain dan Perang Thaif
30. Perang Tabuk
31. Peta Kekuatan Militer Arab Menjelang dan Sesudah Wafatnya Nabi Muhammad SAW

HARGA RESMI P. JAWA : 3,125,000 (DISKON 20% = 625,000)  HARGA JUAL: 2,500,000

HARGA KREDIT:

  • Kredit 3 bulan (DISKON 10%): Uang Muka Rp 850,000; Cicilan (2x) Rp 981,250 (Jumlah = Rp 2,812,500)
  • Kredit 6 bulan (DISKON 5%): Uang Muka Rp 750,000; Cicilan (5x) Rp 443,750 (Jumlah = Rp 2,968,750)
  • Kredit 10 bulan (DISKON 0%): Uang Muka Rp 750,000; Cicilan (9x) Rp 263,890 (Jumlah = Rp 3,125,000)

untuk pemesanan :  081314658527  -  021-70095506

Selasa, 03 Mei 2011

GHARIZAH, PERNIKAHAN DAN KELUARGA

GHARIZAH, PERNIKAHAN DAN KELUARGA

Lapangan Gharizah

ALLAH menjadikan manusia supaya menjadi khalifah di permukaan bumi dan mengatur kesejahteraan bumi itu. Tujuan ini tidak akan bisa tercapai, melainkan apabila jenis manusia ini terus berkembang. Hidupnya berlangsung terus di permukaan bumi ini baik dengan bercocok-tanam, mendirikan perusahaan, pertukangan atau membuat bangunan-bangunan serta melaksanakan hak-hak Allah yang dibebankan kepadanya. Dan supaya kesemuanya itu dapat tercapai juga, maka Allah melengkapi tubuh manusia ini dengan gharizah (instink) dan rangsangan-rangsangan yang dapat membawa manusia ini dengan seluruh daya kemampuannya untuk kelangsungan hidupnya secara pribadi dan kelangsungan jenis.
Di antara sekian banyak gharizah itu ialah makan, dengan adanya makan ada kenyang, pribadi manusia itu bisa terus hidup. Dan ada pula gharizah seksual, dimana dengan tersalurnya gharizah ini jenis manusia itu dapat berlangsung.
Gharizah kedua ini sangat kuat sekali pada tubuh manusia. Oleh karena itu dia selalu minta tempat penyaluran untuk memenuhi fungsinya dan memuaskan keinginannya. Untuk itu manusia pasti berhadapan dengan salah sate posisi sebagai berikut:
  1. Mungkin manusia akan melepaskan kendali seksualnya, sehingga akan pergi ke mana saja dan berbuat apa saja tanpa batas perisai yang membendungnya berupa agama, budi ataupun adat.
    Situasi ini terjadi di kalangan aliran-aliran yang bebas (free thinker) yang tidak beriman kepada Allah dan nilai-nilai yang luhur. Situasi seperti ini cukup dapat menjatuhkan derajat manusia kepada derajat binatang dan menghancurkan pribadi dan rumahtangga serta masyarakat secara keseluruhan.
  2. Mungkin juga manusia akan menentang gharizah seksualnya itu, seperti halnya yang terjadi di kalangan aliran-aliran yang menganggap hubungan seksual itu suatu perbuatan yang kotor (cemar), melarang perkawinan dan menganggap celaka kalau kawin, seperti aliran Mano, kependetaan dan sebagainya.
    Pendirian ini berarti suatu penguburan terhadap gharizah dan menghilangkan fungsi gharizah seksual serta meniadakan kebijaksanaan dzat yang menciptakannya serta melawan aturan hidup yang mengatur gharizah ini supaya tersalur sesuai dengan fungsinya.
  3. Mungkin juga manusia akan membuat pembatas yang beroperasi ke dalam, tanpa menjatuhkan derajat manusia dan tanpa memberikan kebebasan yang kegila-gilaan itu.
Pendirian ini berlaku di kalangan pemeluk-pemeluk agama Samawi (agama-agama yang datangnya dari Tuhan) yaitu dengan diharamkannya pembunuhan dan dianjurkannya kawin. Pendirian ini lebih menonjol lagi terdapat di dalam ajaran Islam yang mengakui gharizah seksual ini. Untuk itu maka dipermudah jalan-jalan penyalurannya; di samping Islam melarang hidup membujang dan menjauhi perempuan. Kemudian dibuatlah aturan-aturan yang melarang perbuatan zina dengan segala macam manifestasi dan pendahuluannya.
Pendirian inilah yang kiranya sangat adil dan bijaksana. Sebab andaikata tidak ada anjuran untuk kawin, niscaya gharizah seksual ini tidak akan dapat memenuhi fungsinya dalam rangka kelangsungan manusia.
Begitu juga andaikata pembunuhan itu tidak dilarang dan tidak diharuskannya seorang laki-laki mengadakan hubungan dengan perempuan, niscaya rumahtangga yang dibina di bawah naungan kehalusan budi yang tumbuh dari rasa cinta kasih (mawaddah warahmah) itu tidak akan ada. Dan jika rumahtangga tidak ada, masyarakat pun tidak akan ada; dan niscaya masyarakat tidak akan menemukan jalan untuk menuju kemajuan dan kesempurnaannya.

3.1.1 Jangan Dekat-dekat pada Zina

Tidak mengherankan kalau seluruh agama Samawi mengharamkan dan memberantas perzinaan. Terakhir ialah Islam yang dengan keras melarang perzinaan serta memberikan ultimatum yang sangat tajam. Karena perzinaan itu dapat mengaburkan masalah keturunan, merusak keturunan, menghancurkan rumahtangga, meretakkan perhubungan, meluasnya penyakit kelamin, kejahatan nafsu dan merosotnya akhlak. Oleh karena itu tepatlah apa yang dikatakan Allah:
"Jangan kamu dekat-dekat pada perzinaan, karena sesungguhnya dia itu perbuatan yang kotor dan cara yang sangat tidak baik." (al-Isra': 32)
Islam, sebagaimana kita maklumi, apabila mengharamkan sesuatu, maka ditutupnyalah jalan-jalan yang akan membawa kepada perbuatan haram itu, serta mengharamkan cara apa saja serta seluruh pendahuluannya yang mungkin dapat membawa kepada perbuatan haram itu.
Justru itu pula, maka apa saja yang dapat membangkitkan seks dan membuka pintu fitnah baik oleh laki-laki atau perempuan, serta mendorong orang untuk berbuat yang keji atau paling tidak mendekatkan perbuatan yang keji itu, atau yang memberikan jalan-jalan untuk berbuat yang keji, maka Islam melarangnya demi untuk menutup jalan berbuat haram dan menjaga daripada perbuatan yang merusak.

3.1.2 Pergaulan Bebas adalah Haram

Di antara jalan-jalan yang diharamkan Islam ialah: Bersendirian dengan seorang perempuan lain. Yang dimaksud perempuan lain, yaitu: bukan isteri, bukan salah satu kerabat yang haram dikawin untuk selama-lamanya, seperti ibu, saudara, bibi dan sebagainya yang insya Allah nanti akan kami bicarakan selanjutnya.
Ini bukan berarti menghilangkan kepercayaan kedua belah pihak atau salah satunya, tetapi demi menjaga kedua insan tersebut dari perasaan-perasaan yang tidak baik yang biasa bergelora dalam hati ketika bertemunya dua jenis itu, tanpa ada orang ketiganya.
Dalam hal ini Rasulullah bersabda sebagai berikut:
"Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan sekali-kali dia bersendirian dengan seorang perempuan yang tidak bersama mahramnya, karena yang ketiganya ialah syaitan." (Riwayat Ahmad) "Jangan sekali-kali salah seorang di antara kamu menyendiri dengan seorang perempuan, kecuali bersama mahramnya."
Imam Qurthubi dalam menafsirkan firman Allah yang berkenaan dengan isteri-isteri Nabi, yaitu yang tersebut dalam surah al-Ahzab ayat 53, yang artinya: "Apabila kamu minta sesuatu (makanan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari balik tabir. Karena yang demikian itu lebih dapat membersihkan hati-hati kamu dan hati-hati mereka itu," mengatakan: maksudnya perasaan-perasaan yang timbul dari orang laki-laki terhadap orang perempuan, dan perasaan-perasaan perempuan terhadap laki-laki. Yakni cara seperti itu lebih ampuh untuk meniadakan perasaan-perasaan bimbang dan lebih dapat menjauhkan dari tuduhan yang bukan-bukan dan lebih positif untuk melindungi keluarga.
Ini berarti, bahwa manusia tidak boleh percaya pada diri sendiri dalam hubungannya dengan masalah bersendirian dengan seorang perempuan yang tidak halal baginya. Oleh karena itu menjauhi hal tersebut akan lebih baik dan lebih dapat melindungi serta lebih sempurna penjagaannya.
Secara khusus, Rasulullah memperingatkan juga seorang laki-laki yang bersendirian dengan ipar. Sebab sering terjadi, karena dianggap sudah terbiasa dan memperingan hal tersebut di kalangan keluarga, maka kadang-kadang membawa akibat yang tidak baik. Karena bersendirian dengan keluarga itu bahayanya lebih hebat daripada dengan orang lain, dan fitnah pun lebih kuat. Sebab memungkinkan dia dapat masuk tempat perempuan tersebut tanpa ada yang menegur. Berbeda sekali dengan orang lain.
Yang sama dengan ini ialah keluarga perempuan yang bukan mahramnya seperti kemanakannya baik dari pihak ayah atau ibu. Dia tidak boleh berkhalwat dengan mereka ini. Rasulullah s.a.w. pernah bersabda sebagai berikut:
"Hindarilah keluar-masuk rumah seorang perempuan. Kemudian ada seorang laki-laki dari sahabat Anshar bertanya: Ya Rasulullah! Bagaimana pendapatmu tentang ipar? Maka jawab Nabi: Bersendirian dengan ipar itu sama dengan menjumpai mati." (Riwayat Bukhari)
Yang dimaksud ipar, yaitu keluarga isteri/keluarga suami. Yakni, bahwa berkhalwat (bersendirian) dengan ipar membawa bahaya dan kehancuran, yaitu hancurnya agama, karena terjadinya perbuatan maksiat; dan hancurnya seorang perempuan dengan dicerai oleh suaminya apabila sampai terjadi cemburu, serta membawa kehancuran hubungan sosial apabila salah satu keluarganya itu ada yang berburuk sangka kepadanya.
Bahayanya ini bukan hanya sekedar kepada instink manusia dan perasaan-perasaan yang ditimbulkan saja, tetapi akan mengancam eksistensi rumahtangga dan kehidupan suami-isteri serta rahasia kedua belah pihak yang dibawa-bawa oleh lidah-lidah usil atau keinginan-keinginan untuk merusak rumahtangga orang.
Justru itu pula, Ibnul Atsir dalam menafsirkan perkataan ipar adalah sama dengan mati itu mengatakan sebagai berikut: Perkataan tersebut biasa dikatakan oleh orang-orang Arab seperti mengatakan singa itu sama dengan mati, raja itu sama dengan api, yakni bertemu dengan singa dan raja sama dengan bertemu mati dan api.
Jadi berkhalwat dengan ipar lebih hebat bahayanya daripada berkhalwat dengan orang lain. Sebab kemungkinan dia dapat berbuat baik yang banyak kepada si ipar tersebut dan akhirnya memberatkan kepada suami yang di luar kemampuan suami, pergaulan yang tidak baik atau lainnya, Sebab seorang suami tidak merasa kikuk untuk melihat dalamnya ipar dengan keluar-masuk rumah ipar tersebut.

3.1.3 Melihat Jenis Lain dengan Bersyahwat

Di antara sesuatu yang diharamkan Islam dalam hubungannya dengan masalah gharizah, yaitu pandangan seorang laki-laki kepada perempuan dan seorang,perempuan memandang laki-laki. Mata adalah kuncinya hati, dan pandangan adalah jalan yang membawa fitnah dan sampai kepada perbuatan zina. Seperti kata seorang syair kuna:

Semua peristiwa, asalnya karena pandangan
Kebanyakan orang masuk neraka adalah karena dosa kecil
Permulaannya pandangan, kemudian senyum, lantas beri salam
Kemudian berbicara, lalu berjanji; dan sesudah itu bertemu.
Oleh karena itulah Allah menjuruskan perintahnya kepada orang-orang mu'min laki-laki dan perempuan supaya menundukkan pandangannya, diiringi dengan perintah untuk memelihara kemaluannya.
Firman Allah:
"Katakanlah kepada orang-orang mu'min laki-laki: hendaklah mereka itu menundukkan sebagian pandangannya dan menjaga kemaluannya; karena yang demikian itu lebih bersih bagi mereka. Sesungguhnya Allah maha meneliti terhadap apa-apa yang kamu kerjakan. Dan katakanlah kepada orang-orang mu'min perempuan: hendaknya mereka itu menundukkan sebagian pandangannya dan menjaga kemaluannya, dan jangan menampak-nampakkan perhiasannya kecuali apa yang biasa tampak daripadanya, dan hendaknya mereka itu melabuhkan tudung sampai ke dadanya, dan jangan menampakkan perhiasannya kecuali kepada suaminya atau kepada ayahnya atau kepada mertuanya atau kepada anak-anak laki-lakinya atau kepada anak-anak suaminya, atau kepada saudaranya atau anak-anak saudara laki-lakinya (keponakan) atau anak-anak saudara perempuannya atau kepada sesama perempuan atau kepada hamba sahayanya atau orang-orang yang mengikut (bujang) yang tidak mempunyai keinginan, yaitu orang laki-laki atau anak yang tidak suka memperhatikan aurat perempuan dan jangan memukul-mukulkan kakinya supaya diketahui apa-apa yang mereka rahasiakan dari perhiasannya." (an-Nur: 30-31)
Dalam dua ayat ini ada beberapa pengarahan. Dua diantaranya berlaku untuk laki-laki dan perempuan, yaitu menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Sedang yang lain khusus untuk perempuan.
Dan kalau diperhatikan pula, bahwa dua ayat tersebut memerintahkan menundukkan sebagian pandangan dengan menggunakan min tetapi dalam hal menjaga kemaluan, Allah tidak mengatakan wa yahfadhu min furujihim (dan menjaga sebagian kemaluan) seperti halnya dalam menundukkan pandangan yang dikatakan di situ yaghudh-dhu min absharihim. Ini berarti kemaluan itu harus dijaga seluruhnya tidak ada apa yang disebut toleransi sedikitpun. Berbeda dengan masalah pandangan yang Allah masih memberi kelonggaran walaupun sedikit, guna mengurangi kesulitan dan melindungi kemasalahatan, sebagaimana yang akan kita ketahui nanti. Dan apa yang dimaksud menundukkan pandangan itu bukan berarti memejamkan mata dan menundukkan kepala ke tanah. Bukan ini yang dimaksud dan ini satu hal yang tidak mungkin. Hal ini sama dengan menundukkan suara seperti yang disebutkan dalam al-Quran dan tundukkanlah sebagian suaramu (Luqman 19). Di sini tidak berarti kita harus membungkam mulut sehingga tidak berbicara.
Tetapi apa yang dimaksud menundukkan pandangan, yaitu: menjaga pandangan, tidak dilepaskan begitu saja tanpa kendali sehingga dapat menelan perempuan-perempuan atau laki-laki yang beraksi.
Pandangan yang terpelihara, apabila memandang kepada jenis lain tidak mengamat-amati kecantikannya dan tidak lama menoleh kepadanya serta tidak melekatkan pandangannya kepada yang dilihatnya itu.
Oleh karena itu pesan Rasulullah kepada Sayyidina Ali:
"Hai Ali! Jangan sampai pandangan yang satu mengikuti pandangan lainnya. Kamu hanya boleh pada pandangan pertama, adapun yang berikutnya tidak boleh." (Riwayat Ahmad, Abu Daud dan Tarmizi)
Rasulullah s.a.w. menganggap pandangan liar dan menjurus kepada lain jenis, sebagai suatu perbuatan zina mata.
Sabda beliau:
"Dua mata itu bisa berzina, dan zinanya ialah melihat." (Riwayat Bukhari)
Dinamakannya berzina, karena memandang itu salah satu bentuk bersenang-senang dan memuaskan gharizah seksual dengan jalan yang tidak dibenarkan oleh syara'. Penegasan Rasulullah ini ada persamaannya dengan apa yang tersebut dalam Injil, dimana al-Masih pernah mengatakan sebagai berikut: Orang-orang sebelummu berkata: "Jangan berzinal" Tetapi aku berkata: "Barangsiapa melihat dengan dua matanya, maka ia berzina."
Pandangan yang menggiurkan ini bukan saja membahayakan kemurnian budi, bahkan akan merusak kestabilan berfikir dan ketenteraman hati.
Salah seorang penyair mengatakan:
"Apabila engkau melepaskan pandanganmu untuk mencari kepuasan hati. Pada satu saat pandangan-pandangan itu akan menyusahkanmu jua. Engkau tidak mampu melihat semua yang kau lihat. Tetapi untuk sebagainya maka engkau tidak bisa tahan."
   buku islami


Halal dan Haram dalam Islam
Oleh Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi
Alih bahasa: H. Mu'ammal Hamidy
Penerbit: PT. Bina Ilmu, 1993
    

Senin, 02 Mei 2011

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA

Pusat Konsultasi Syariah I Sharia Consulting Center

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA


PLURALISME, LIBERALISME DAN SEKULARISME AGAMA   

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA

Nomor: 7/MUNAS VII/MUI/11/2005

Tentang PLURALISME, LIBERALISME DAN SEKULARISME AGAMA

Menimbang:

1. Bahwa pada akhir-akhir ini berkembang paham pluralisme, liberalisme dan sekularisme agama serta paham-paham sejenis lainnya di kalangan masyarakat;

2. Bahwa berkembangnya paham pluralisme, liberalisme dan sekularisme agama dikalangan masyarakat telah menimbulkan keresahan sehingga sebagian masyarakat meminta MUI untuk menetapkan fatwa tentang masalah tersebut;

3. bahwa oleh karena itu, MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang paham pluralisme, liberalisme, dan sekularisme agama tersebut untuk dijadikan pedoman oleh umat Islam.

Mengingat :

1. Firman Allah SWT :

ومن يبتغ غير الاسلام دينا فلن يقبل منه وهو فى الاخرة من الخاسرين

“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi”. (QS. Ali Imran [3]: 85)

ان الدين عند الله الاسلام

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam…”. (QS. Ali Imran [3]: 19)

لكم دينكم ولى دين

“Untukmulah agamamu, dan untukkulah, agamaku”. (QS. al-Kafirun [109] : 6).

وما كان لمومن ولا مومنة اذا قضى الله ورسوله امرا ان يكون لهم الخيرة من امرهم. ومن يعص الله ورسوله فقد ضل ضلالا مبينا

“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata”. (QS. al-Ahzab [33]: 36).

لا ينهاكم الله عن الذين لم يقاتلوكم فى الدين ولم يخرجوكم من دياركم ان تبروهم وتقسطوا اليهم، ان الله يحب المقسطين، انما ينهاكم الله عن الذين قاتلوكم فى الدين واخرجوكم من دياركم وظاهروا على اخراجكم ان تولوهم، ومن يتولهم فأولئك هم الظالمون.

“Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”. (QS. al-Mumtahinah [60]: 8-9).

وابتغ فيما ءاتك الله الدار الاخرة ولا تنس نصيبك من الدنيا. واحسن كما احسن الله اليك ولا تبغ الفساد فى الارض، ان الله لا يحب المفسدين

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (keni`matan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orangorang yang berbuat kerusakan”. (QS. al-Qashash [28]: 77).

وان تطع اكثر من فى الارض يضلوك عن سبيل الله، ان يتبعون الا الظن وان هم الا يخرصون

“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dam mereka tidak lain hanyalah berdusata (terhadap Allah).’’ (Qs. Al-An’am : 116)

ولو اتبع الحق اهواءهم لفسدت السموات والارض ومن فيهن بل اتيناهم بذكرهم فهم عن ذكرهم معرضون

“Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu”. (QS. al-Mu’minun [23]: 71).

2. Hadis Nabi saw.:

a. Imam Muslim (w. 262 H) dalam kitabnya Shahih Muslim, meriwayatkan sabda Rasulullah SAW :

والذين نفس محمد بيده، لا يسمع بى احد عن هذه الامة يهودى ولا نصرانى ثم يومن بالذى ارسلت به الا كان من اصحاب النار

“Demi Dzat Yang menguasai jiwa Muhammad, tidak ada seorang pun baik Yahudi maupun Nasrani yang mendengar tentang diriku dari umat Islam ini, kemudian ia mati dan tidak beriman terhadap ajaran yang aku bawa, kecuali ia akan menjadi penghuni neraka”. (H.R. Muslim)

b. Nabi mengirimkan surat-surat dakwah kepada orang-orang non-muslim, antara lain Kaisar Heraklius, Raja Romawi yang beragama Nasrani, al-Najasyi raja Abesenia yang bergama Nasrani dan Kisra Persia yang beragama Majusi, di mana Nabi mengajak mereka untuk masuk Islam. (riwayat Ibn Sa’d dalam al-Thabaqat al-Kubra dan Imam al-Bukhari dalam Shahih al-Bukhari).

c. Nabi saw melakukan pergaulan social secara baik dengan komunitas-komunitas non-muslim seperti komunitas Yahudi yang tinggal di Khaibar dan Nasrani yang tinggal di Najran; bahkan salah seorang mertua Nabi yang bernama Huyay bin Ahthab adalah tokoh Yahudi Bani Quradzah (Sayyid Bani Quraizah). (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)

Memperhatikan: Pendapat Sidang Komisi C Bidang Fatwa pada Munas VII MUI 2005.

Dengan bertawakkal kepada Allah SWT,

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: FATWA TENTANG PLURALISME, LIBERALISME, DAN SEKULARISME AGAMA

Pertama : Ketentuan Umum

Dalam fatwa ini, yang dimaksud dengan :

1. Pluralisme agama adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif; oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme agama juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup berdampingan di surga.

2. Pluralitas agama adalah sebuah kenyataan bahwa di negara atau daerah tertentu terdapat berbagai pemeluk agama yang hidup secara berdampingan.

3. Liberalisme agama adalah memahami nash-nash agama (Al-Qur’an & Sunnah) dengan menggunakan akal pikiran yangg bebas; dan hanya menerima doktrin-doktrin agama yang sesuai dengan akal pikiran semata.

4. Sekularisme agama adalah memisahkan urusan dunia dari agama; agama hanya digunakan untuk mengatur hubungan pribadi dengan Tuhan, sedangkan hubungan sesama manusia diatur hanya dengan berdasarkan kesepakatan sosial.

Kedua : Ketentuan Hukum

1. Pluralisme, sekularisme dan liberalisme agama sebagaimana dimaksud pada bagian pertama adalah paham yang bertentangan dengan ajaran agama Islam.

2. Umat Islam haram mengikuti paham pluralism, sekularisme dan liberalisme agama.

3. Dalam masalah aqidah dan ibadah, umat Islam wajib bersikap eksklusif, dalam arti haram mencampuradukkan aqidah dan ibadah umat Islam dengan aqidah dan ibadah pemeluk agama lain.

4. Bagi masyarakat muslim yang tinggal bersama pemeluk agama lain (pluralitas agama), dalam masalah social yang tidak berkaitan dengan aqidah dan ibadah, umat Islam bersikap inklusif, dalam arti tetap melakukan pergaulan sosial dengan pemeluk agama lain sepanjang tidak saling merugikan.

Ditetapkan : Jakarta, 21 Jumadil Akhir 1426 H | 28 Juli 2005 M

MUSYAWARAH NASIONAL VII

MAJELIS ULAMA INDONESIA

Pimpinan Sidang Komisi C Bidang Fatwa

Sekretaris Drs. Hasanuddin | M.Ag Ketua K.H. Ma’ruf Amin

Tanya Barang Yang Dicuri Kepada Orang Pintar

SyariahOnline
Pusat Konsultasi Syariah I Sharia Consulting Center

Tanya Barang Yang Dicuri Kepada Orang Pintar    


Pertanyaan:

Bolehkah bertanya kepada orang sepuh dan ‘alim untuk menunjukkan cara menemukan barang berharga yang dicuri? Petunjuk biasanya diberikan dalam bentuk doa. Trims.

Jawaban:

Assalamu‘alaikum Wr. Wb. Bila kita melihat dari kacamata hukum Islam tentang bab pencurian, maka informasi yang berasal dari dunia ghaib seperti mimpi, wangsit, isyarat, firasat dan yang sejenisnya tidak bisa dijadikan dasar dari tuduhan atas pencurian yang dilakukan. Sebaliknya, dasar yang bisa diterima persaksian, pengakuan pelaku dan pembuktian dengan metode ilmiyah lainnya seperti sidik jari dan seterusnya. Sedangkan bila dilihat dari kacamata aqidah, maka meminta petunjuk dari alam metafisika seperti itu sangat erat praktek syirik kepada Allah. Karena umumnya hal itu dilakukan oleh paranormal yang lebih sering meminta bantuan jin. Padahal jin itu tidak menambahkan apa-apa kecuali kekafiran. Karena meski kelihatannya jin itu mau menuruti kemauan manusia sebagai ‘tuannya’, pada hakekatnya justru manusia itu sendiri yang sedang dijerat oleh jin untuk dibawa ke dalam kesesatan.

Memang benar bahwa Jin itu ada yang muslim dan kafir. Tetapi bila ada jin mengaku muslim, tidak otomatis dia adalah muslim yang sholeh. Perhatikan firman Allah: “Dan sesungguhnya diantara kami ada yang saleh dan diantara kami ada yang tidak demikian halnya, adalah kami menempuh jalan yang berbeda.” (QS. Al-Jinn: 11) Apabila jin itu muslim, maka dia tidak pernah diperintah oleh Allah untuk ‘mengabdi’ kepada manusia. Karena jin adalah makhluk yang mukallaf, mereka wajib beriman kepada Allah serta beribadah sesuai dengan syariat Nabi Muhammad SAW. Jadi buat apa jin itu memberi informasi tentang pencuri, sementara dalam hukum Islam, pembuktian pencuarian itu tidak pernah memberi celah kepada informasi dari jin. Sedangkan Rasulullah SAW sendiri sebagai Nabi bagi mereka juga, tidak pernah memanfaatkan ‘fasilitas’ muridnya dari bangsa jin demi membela perjuangan umat Islam. Pada setiap jihad yang beliau lakukan, tidak pernah diriwayatkan bahwa beliau meminta para jin untuk berpartisipasi. Karena para jin sudah punya tugas dan alam sendiri. Dan apabila jin itu kafir, tentu saja mereka punya kepentingan tertentu dengan berpura-pura mau dipelihara oleh manusia dan memberi informasi yang sekilas kelihatannya benar, tetapi bila dicermati lebih jauh ternyata penuh dengan tipu daya. Bahkan menggiring manusia untuk saling bermusuhan dan menumpahkan darah akibat fitnah yang mereka hembuskan.

Jadi paranormal itulah yang sedang ‘digarap’ oleh para jin. Dalam proses itu, bisa saja para jin itu berakting seolah-olah mereka memberi informasi yang benar, padahal mereka telah menyiapkan rencana dan langkah-langkah licik untuk menyeret ‘tuannya’ ke dalam kesesatan. Mengenai beragamnya metode pendekatan yang mereka lakukan untuk menyesatkan manusia, Allah berfirman: “Iblis menjawab: Karena Engkau menghukum saya tersesat, saya akan benar-benar menghalangi mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari kanan dan dari kiri mereka dan Engkau tidak akan mendapati mereka bersyukur (ta’at).” (QS. Al-A’raf: 16-17) Karena itu wajib bagi manusia untuk menghidarkan diri dari tipu daya para jin ini. “Hai anak-anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh setan, sebagaimana ia telah mengeluarkan ibu bapakmu dari surga, ia menanggalkannya dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.” (QS. Al-A’raf: 27)

Ada juga hadits yang berbunyi, Nabi bersabda: “Sesungguhnya setan mengalir dalam diri manusia sebagaimana mengalirnya darah, maka aku khawatir bahwa setan akan melontarkan sesuatu ke dalam hati kalian berdua (kejahatan). (HR. Bukhri dan Muslim) Sedangkan bila orang alim itu mengaku tidak menggunakan jin dan hal ghaib, maka kemungkinan besar dia adalah orang yang Allah berikan karamah. Namun perlu diperhatikan bahwa karamah Allah itu tidak diberikan kecuali kepada hamba-Nya yang shalih dan sangat dekat dengan-Nya. Untuk menentukan apakah itu merupakan karamah atau bukan, mudah saja. Kita bisa melihat sejauh mana dia benar-benar menerapkan hukum Allah baik bagi dirinya, keluarganya dan juga masyarakatnya. Karamah itu tidak akan diberikan kepada mereka yang ingkar pada hukum Allah dan perintah Rasulullah SAW serta syariat Islam. Justru kedekatan kepada Allah dan taqwa itu hanya bisa dicapai dengan melaksanakan syariat sebaik-baiknya. Bagaimana mungkin Allah memberikan karamah kepada orang yang menginjak-injak hukum-Nya?

WallahuA‘lam Bish-Showab, Wassalamu‘Alaikum Wr. Wb.

Jumat, 29 April 2011

Sejarah Singkat Imam Syafi'i




Sejarah Singkat Imam Syafi'i


Nama dan Nasab
Beliau bernama Muhammad dengan kun-yah Abu Abdillah. Nasab beliau secara lengkap adalah Muhammad bin Idris bin al-‘Abbas bin ‘Utsman bin Syafi‘ bin as-Saib bin ‘Ubayd bin ‘Abdu Zayd bin Hasyim bin al-Muththalib bin ‘Abdu Manaf bin Qushay. Nasab beliau bertemu dengan nasab Rasulullah pada diri ‘Abdu Manaf bin Qushay. Dengan begitu, beliau masih termasuk sanak kandung Rasulullah karena masih terhitung keturunan paman-jauh beliau , yaitu Hasyim bin al-Muththalib.

Bapak beliau, Idris, berasal dari daerah Tibalah (Sebuah daerah di wilayah Tihamah di jalan menuju ke Yaman). Dia seorang yang tidak berpunya. Awalnya dia tinggal di Madinah lalu berpindah dan menetap di ‘Asqalan (Kota tepi pantai di wilayah Palestina) dan akhirnya meninggal dalam keadaan masih muda di sana. Syafi‘, kakek dari kakek beliau, -yang namanya menjadi sumber penisbatan beliau (Syafi‘i)- menurut sebagian ulama adalah seorang sahabat shigar (yunior) Nabi. As-Saib, bapak Syafi‘, sendiri termasuk sahabat kibar (senior) yang memiliki kemiripan fisik dengan Rasulullah saw. Dia termasuk dalam barisan tokoh musyrikin Quraysy dalam Perang Badar. Ketika itu dia tertawan lalu menebus sendiri dirinya dan menyatakan masuk Islam.

Para ahli sejarah dan ulama nasab serta ahli hadits bersepakat bahwa Imam Syafi‘i berasal dari keturunan Arab murni. Imam Bukhari dan Imam Muslim telah memberi kesaksian mereka akan kevalidan nasabnya tersebut dan ketersambungannya dengan nasab Nabi, kemudian mereka membantah pendapat-pendapat sekelompok orang dari kalangan Malikiyah dan Hanafiyah yang menyatakan bahwa Imam Syafi‘i bukanlah asli keturunan Quraysy secara nasab, tetapi hanya keturunan secara wala’ saja.

Adapun ibu beliau, terdapat perbedaan pendapat tentang jati dirinya. Beberapa pendapat mengatakan dia masih keturunan al-Hasan bin ‘Ali bin Abu Thalib, sedangkan yang lain menyebutkan seorang wanita dari kabilah Azadiyah yang memiliki kun-yah Ummu Habibah. Imam an-Nawawi menegaskan bahwa ibu Imam Syafi‘i adalah seorang wanita yang tekun beribadah dan memiliki kecerdasan yang tinggi. Dia seorang yang faqih dalam urusan agama dan memiliki kemampuan melakukan istinbath.


Waktu dan Tempat Kelahirannya
Beliau dilahirkan pada tahun 150H. Pada tahun itu pula, Abu Hanifah wafat sehingga dikomentari oleh al-Hakim sebagai isyarat bahwa beliau adalah pengganti Abu Hanifah dalam bidang yang ditekuninya.

Tentang tempat kelahirannya, banyak riwayat yang menyebutkan beberapa tempat yang berbeda. Akan tetapi, yang termasyhur dan disepakati oleh ahli sejarah adalah kota Ghazzah (Sebuah kota yang terletak di perbatasan wilayah Syam ke arah Mesir. Tepatnya di sebelah Selatan Palestina. Jaraknya dengan kota Asqalan sekitar dua farsakh). Tempat lain yang disebut-sebut adalah kota Asqalan dan Yaman.

Ibnu Hajar memberikan penjelasan bahwa riwayat-riwayat tersebut dapat digabungkan dengan dikatakan bahwa beliau dilahirkan di sebuah tempat bernama Ghazzah di wilayah Asqalan. Ketika berumur dua tahun, beliau dibawa ibunya ke negeri Hijaz dan berbaur dengan penduduk negeri itu yang keturunan Yaman karena sang ibu berasal dari kabilah Azdiyah (dari Yaman). Lalu ketika berumur 10 tahun, beliau dibawa ke Mekkah, karena sang ibu khawatir nasabnya yang mulia lenyap dan terlupakan.


Pertumbuhannya dan Pengembaraannya Mencari Ilmu
Di Mekkah, Imam Syafi ‘i dan ibunya tinggal di dekat Syi‘bu al-Khaif. Di sana, sang ibu mengirimnya belajar kepada seorang guru. Sebenarnya ibunya tidak mampu untuk membiayainya, tetapi sang guru ternyata rela tidak dibayar setelah melihat kecerdasan dan kecepatannya dalam menghafal. Imam Syafi‘i bercerita, “Di al-Kuttab (sekolah tempat menghafal Alquran), saya melihat guru yang mengajar di situ membacakan murid-muridnya ayat Alquran, maka aku ikut menghafalnya. Sampai ketika saya menghafal semua yang dia diktekan, dia berkata kepadaku, “Tidak halal bagiku mengambil upah sedikitpun darimu.” Dan ternyata kemudian dengan segera guru itu mengangkatnya sebagai penggantinya (mengawasi murid-murid lain) jika dia tidak ada. Demikianlah, belum lagi menginjak usia baligh, beliau telah berubah menjadi seorang guru.

Setelah rampung menghafal Alquran di al-Kuttab, beliau kemudian beralih ke Masjidil Haram untuk menghadiri majelis-majelis ilmu di sana. Sekalipun hidup dalam kemiskinan, beliau tidak berputus asa dalam menimba ilmu. Beliau mengumpulkan pecahan tembikar, potongan kulit, pelepah kurma, dan tulang unta untuk dipakai menulis. Sampai-sampai tempayan-tempayan milik ibunya penuh dengan tulang-tulang, pecahan tembikar, dan pelepah kurma yang telah bertuliskan hadits-hadits Nabi. Dan itu terjadi pada saat beliau belum lagi berusia baligh. Sampai dikatakan bahwa beliau telah menghafal Alquran pada saat berusia 7 tahun, lalu membaca dan menghafal kitab Al-Muwaththa’ karya Imam Malik pada usia 12 tahun sebelum beliau berjumpa langsung dengan Imam Malik di Madinah.

Beliau juga tertarik mempelajari ilmu bahasa Arab dan syair-syairnya. Beliau memutuskan untuk tinggal di daerah pedalaman bersama suku Hudzail yang telah terkenal kefasihan dan kemurnian bahasanya, serta syair-syair mereka. Hasilnya, sekembalinya dari sana beliau telah berhasil menguasai kefasihan mereka dan menghafal seluruh syair mereka, serta mengetahui nasab orang-orang Arab, suatu hal yang kemudian banyak dipuji oleh ahli-ahli bahasa Arab yang pernah berjumpa dengannya dan yang hidup sesudahnya. Namun, takdir Allah telah menentukan jalan lain baginya. Setelah mendapatkan nasehat dari dua orang ulama, yaitu Muslim bin Khalid az-Zanji -mufti kota Mekkah-, dan al-Husain bin ‘Ali bin Yazid agar mendalami ilmu fiqih, maka beliau pun tersentuh untuk mendalaminya dan mulailah beliau melakukan pengembaraannya mencari ilmu.

Beliau mengawalinya dengan menimbanya dari ulama-ulama kotanya, Mekkah, seperti Muslim bin Khalid, Dawud bin Abdurrahman al-‘Athar, Muhammad bin Ali bin Syafi’ –yang masih terhitung paman jauhnya-, Sufyan bin ‘Uyainah –ahli hadits Mekkah-, Abdurrahman bin Abu Bakar al-Maliki, Sa’id bin Salim, Fudhail bin ‘Iyadh, dan lain-lain. Di Mekkah ini, beliau mempelajari ilmu fiqih, hadits, lughoh, dan Muwaththa’ Imam Malik. Di samping itu beliau juga mempelajari keterampilan memanah dan menunggang kuda sampai menjadi mahir sebagai realisasi pemahamannya terhadap ayat 60 surat Al-Anfal. Bahkan dikatakan bahwa dari 10 panah yang dilepasnya, 9 di antaranya pasti mengena sasaran.

Setelah mendapat izin dari para syaikh-nya untuk berfatwa, timbul keinginannya untuk mengembara ke Madinah, Dar as-Sunnah, untuk mengambil ilmu dari para ulamanya. Terlebih lagi di sana ada Imam Malik bin Anas, penyusun al-Muwaththa’. Maka berangkatlah beliau ke sana menemui sang Imam. Di hadapan Imam Malik, beliau membaca al-Muwaththa’ yang telah dihafalnya di Mekkah, dan hafalannya itu membuat Imam Malik kagum kepadanya. Beliau menjalani mulazamah kepada Imam Malik demi mengambil ilmu darinya sampai sang Imam wafat pada tahun 179. Di samping Imam Malik, beliau juga mengambil ilmu dari ulama Madinah lainnya seperti Ibrahim bin Abu Yahya, ‘Abdul ‘Aziz ad-Darawardi, Athaf bin Khalid, Isma‘il bin Ja‘far, Ibrahim bin Sa‘d dan masih banyak lagi.

Setelah kembali ke Mekkah, beliau kemudian melanjutkan mencari ilmu ke Yaman. Di sana beliau mengambil ilmu dari Mutharrif bin Mazin dan Hisyam bin Yusuf al-Qadhi, serta yang lain. Namun, berawal dari Yaman inilah beliau mendapat cobaan –satu hal yang selalu dihadapi oleh para ulama, sebelum maupun sesudah beliau-. Di Yaman, nama beliau menjadi tenar karena sejumlah kegiatan dan kegigihannya menegakkan keadilan, dan ketenarannya itu sampai juga ke telinga penduduk Mekkah. Lalu, orang-orang yang tidak senang kepadanya akibat kegiatannya tadi mengadukannya kepada Khalifah Harun ar-Rasyid, Mereka menuduhnya hendak mengobarkan pemberontakan bersama orang-orang dari kalangan Alawiyah.

Sebagaimana dalam sejarah, Imam Syafi‘i hidup pada masa-masa awal pemerintahan Bani ‘Abbasiyah yang berhasil merebut kekuasaan dari Bani Umayyah. Pada masa itu, setiap khalifah dari Bani ‘Abbasiyah hampir selalu menghadapi pemberontakan orang-orang dari kalangan ‘Alawiyah. Kenyataan ini membuat mereka bersikap sangat kejam dalam memadamkan pemberontakan orang-orang ‘Alawiyah yang sebenarnya masih saudara mereka sebagai sesama Bani Hasyim. Dan hal itu menggoreskan rasa sedih yang mendalam pada kaum muslimin secara umum dan pada diri Imam Syafi‘i secara khusus. Dia melihat orang-orang dari Ahlu Bait Nabi menghadapi musibah yang mengenaskan dari penguasa. Maka berbeda dengan sikap ahli fiqih selainnya, beliau pun menampakkan secara terang-terangan rasa cintanya kepada mereka tanpa rasa takut sedikitpun, suatu sikap yang saat itu akan membuat pemiliknya merasakan kehidupan yang sangat sulit.

Sikapnya itu membuatnya dituduh sebagai orang yang bersikap tasyayyu‘, padahal sikapnya sama sekali berbeda dengan tasysyu’ model orang-orang syi‘ah. Bahkan Imam Syafi‘i menolak keras sikap tasysyu’ model mereka itu yang meyakini ketidakabsahan keimaman Abu Bakar, Umar, serta ‘Utsman , dan hanya meyakini keimaman Ali, serta meyakini kemaksuman para imam mereka. Sedangkan kecintaan beliau kepada Ahlu Bait adalah kecintaan yang didasari oleh perintah-perintah yang terdapat dalam Alquran maupun hadits-hadits shahih. Dan kecintaan beliau itu ternyata tidaklah lantas membuatnya dianggap oleh orang-orang syiah sebagai ahli fiqih madzhab mereka.

Tuduhan dusta yang diarahkan kepadanya bahwa dia hendak mengobarkan pemberontakan, membuatnya ditangkap, lalu digelandang ke Baghdad dalam keadaan dibelenggu dengan rantai bersama sejumlah orang-orang ‘Alawiyah. Beliau bersama orang-orang ‘Alawiyah itu dihadapkan ke hadapan Khalifah Harun ar-Rasyid. Khalifah menyuruh bawahannya menyiapkan pedang dan hamparan kulit. Setelah memeriksa mereka seorang demi seorang, ia menyuruh pegawainya memenggal kepala mereka. Ketika sampai pada gilirannya, Imam Syafi‘i berusaha memberikan penjelasan kepada Khalifah. Dengan kecerdasan dan ketenangannya serta pembelaan dari Muhammad bin al-Hasan -ahli fiqih Irak-, beliau berhasil meyakinkan Khalifah tentang ketidakbenaran apa yang dituduhkan kepadanya. Akhirnya beliau meninggalkan majelis Harun ar-Rasyid dalam keadaan bersih dari tuduhan bersekongkol dengan ‘Alawiyah dan mendapatkan kesempatan untuk tinggal di Baghdad.

Di Baghdad, beliau kembali pada kegiatan asalnya, mencari ilmu. Beliau meneliti dan mendalami madzhab Ahlu Ra’yu. Untuk itu beliau berguru dengan mulazamah kepada Muhammad bin al-Hassan. Selain itu, kepada Isma‘il bin ‘Ulayyah dan Abdul Wahhab ats-Tsaqafiy dan lain-lain. Setelah meraih ilmu dari para ulama Irak itu, beliau kembali ke Mekkah pada saat namanya mulai dikenal. Maka mulailah ia mengajar di tempat dahulu ia belajar. Ketika musim haji tiba, ribuan jamaah haji berdatangan ke Mekkah. Mereka yang telah mendengar nama beliau dan ilmunya yang mengagumkan, bersemangat mengikuti pengajarannya sampai akhirnya nama beliau makin dikenal luas. Salah satu di antara mereka adalah Imam Ahmad bin Hanbal.

Ketika kamasyhurannya sampai ke kota Baghdad, Imam Abdurrahman bin Mahdi mengirim surat kepada Imam Syafi‘i memintanya untuk menulis sebuah kitab yang berisi khabar-khabar yang maqbul, penjelasan tentang nasikh dan mansukh dari ayat-ayat Alquran dan lain-lain. Maka beliau pun menulis kitabnya yang terkenal, Ar-Risalah.

Setelah lebih dari 9 tahun mengajar di Mekkah, beliau kembali melakukan perjalanan ke Irak untuk kedua kalinya dalam rangka menolong madzhab Ash-habul Hadits di sana. Beliau mendapat sambutan meriah di Baghdad karena para ulama besar di sana telah menyebut-nyebut namanya. Dengan kedatangannya, kelompok Ash-habul Hadits merasa mendapat angin segar karena sebelumnya mereka merasa didominasi oleh Ahlu Ra’yi. Sampai-sampai dikatakan bahwa ketika beliau datang ke Baghdad, di Masjid Jami ‘ al-Gharbi terdapat sekitar 20 halaqah Ahlu Ra ‘yu. Tetapi ketika hari Jumat tiba, yang tersisa hanya 2 atau 3 halaqah saja.

Beliau menetap di Irak selama dua tahun, kemudian pada tahun 197 beliau balik ke Mekkah. Di sana beliau mulai menyebar madzhabnya sendiri. Maka datanglah para penuntut ilmu kepadanya meneguk dari lautan ilmunya. Tetapi beliau hanya berada setahun di Mekkah.

Tahun 198, beliau berangkat lagi ke Irak. Namun, beliau hanya beberapa bulan saja di sana karena telah terjadi perubahan politik. Khalifah al-Makmun telah dikuasai oleh para ulama ahli kalam, dan terjebak dalam pembahasan-pembahasan tentang ilmu kalam. Sementara Imam Syafi‘i adalah orang yang paham betul tentang ilmu kalam. Beliau tahu bagaimana pertentangan ilmu ini dengan manhaj as-salaf ash-shaleh –yang selama ini dipegangnya- di dalam memahami masalah-masalah syariat. Hal itu karena orang-orang ahli kalam menjadikan akal sebagai patokan utama dalam menghadapi setiap masalah, menjadikannya rujukan dalam memahami syariat padahal mereka tahu bahwa akal juga memiliki keterbatasan-keterbatasan. Beliau tahu betul kebencian meraka kepada ulama ahlu hadits. Karena itulah beliau menolak madzhab mereka.

Dan begitulah kenyataannya. Provokasi mereka membuat Khalifah mendatangkan banyak musibah kepada para ulama ahlu hadits. Salah satunya adalah yang dikenal sebagai Yaumul Mihnah, ketika dia mengumpulkan para ulama untuk menguji dan memaksa mereka menerima paham Alquran itu makhluk. Akibatnya, banyak ulama yang masuk penjara, bila tidak dibunuh. Salah satu di antaranya adalah Imam Ahmad bin Hanbal. Karena perubahan itulah, Imam Syafi‘i kemudian memutuskan pergi ke Mesir. Sebenarnya hati kecilnya menolak pergi ke sana, tetapi akhirnya ia menyerahkan dirinya kepada kehendak Allah. Di Mesir, beliau mendapat sambutan masyarakatnya. Di sana beliau berdakwah, menebar ilmunya, dan menulis sejumlah kitab, termasuk merevisi kitabnya ar-Risalah, sampai akhirnya beliau menemui akhir kehidupannya di sana.


Keteguhannya Membela Sunnah
Sebagai seorang yang mengikuti manhaj Ash-habul Hadits, beliau dalam menetapkan suatu masalah terutama masalah aqidah selalu menjadikan Alquran dan Sunnah Nabi sebagai landasan dan sumber hukumnya. Beliau selalu menyebutkan dalil-dalil dari keduanya dan menjadikannya hujjah dalam menghadapi penentangnya, terutama dari kalangan ahli kalam. Beliau berkata, “Jika kalian telah mendapatkan Sunnah Nabi, maka ikutilah dan janganlah kalian berpaling mengambil pendapat yang lain.” Karena komitmennya mengikuti sunnah dan membelanya itu, beliau mendapat gelar Nashir as-Sunnah wa al-Hadits.

Terdapat banyak atsar tentang ketidaksukaan beliau kepada Ahli Ilmu Kalam, mengingat perbedaan manhaj beliau dengan mereka. Beliau berkata, “Setiap orang yang berbicara (mutakallim) dengan bersumber dari Alquran dan sunnah, maka ucapannya adalah benar, tetapi jika dari selain keduanya, maka ucapannya hanyalah igauan belaka.” Imam Ahmad berkata, “Bagi Syafi‘i jika telah yakin dengan keshahihan sebuah hadits, maka dia akan menyampaikannya. Dan prilaku yang terbaik adalah dia tidak tertarik sama sekali dengan ilmu kalam, dan lebih tertarik kepada fiqih.” Imam Syafi ‘i berkata, “Tidak ada yang lebih aku benci daripada ilmu kalam dan ahlinya” Al-Mazani berkata, “Merupakan madzhab Imam Syafi‘i membenci kesibukan dalam ilmu kalam. Beliau melarang kami sibuk dalam ilmu kalam.”

Ketidaksukaan beliau sampai pada tingkat memberi fatwa bahwa hukum bagi ahli ilmu kalam adalah dipukul dengan pelepah kurma, lalu dinaikkan ke atas punggung unta dan digiring berkeliling di antara kabilah-kabilah dengan mengumumkan bahwa itu adalah hukuman bagi orang yang meninggalkan Alquran dan Sunnah dan memilih ilmu kalam.


Wafatnya
Karena kesibukannya berdakwah dan menebar ilmu, beliau menderita penyakit bawasir yang selalu mengeluarkan darah. Makin lama penyakitnya itu bertambah parah hingga akhirnya beliau wafat karenanya. Beliau wafat pada malam Jumat setelah shalat Isya’ hari terakhir bulan Rajab permulaan tahun 204 dalam usia 54 tahun. Semoga Allah memberikan kepadanya rahmat-Nya yang luas.

Ar-Rabi menyampaikan bahwa dia bermimpi melihat Imam Syafi‘i, sesudah wafatnya. Dia berkata kepada beliau, “Apa yang telah diperbuat Allah kepadamu, wahai Abu Abdillah ?” Beliau menjawab, “Allah mendudukkan aku di atas sebuah kursi emas dan menaburkan pada diriku mutiara-mutiara yang halus”


Karangan-Karangannya
Sekalipun beliau hanya hidup selama setengah abad dan kesibukannya melakukan perjalanan jauh untuk mencari ilmu, hal itu tidaklah menghalanginya untuk menulis banyak kitab. Jumlahnya menurut Ibnu Zulaq mencapai 200 bagian, sedangkan menurut al-Marwaziy mencapai 113 kitab tentang tafsir, fiqih, adab dan lain-lain. Yaqut al-Hamawi mengatakan jumlahnya mencapai 174 kitab yang judul-judulnya disebutkan oleh Ibnu an-Nadim dalam al-Fahrasat.
Yang paling terkenal di antara kitab-kitabnya adalah al-Umm, yang terdiri dari 4 jilid berisi 128 masalah, dan ar-Risalah al-Jadidah (yang telah direvisinya) mengenai Alquran dan As-Sunnah serta kedudukannya dalam syariat.


Sumber :
1. Al-Umm, bagian muqoddimah hal 3-33.
2. Siyar A‘lam an-Nubala’
3. Manhaj Aqidah Imam asy-Syafi‘, terjemah kitab Manhaj al-Imam Asy-Syafi ‘i fi Itsbat al-‘Aqidah karya DR. Muhammad AW al-Aql terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi‘i, Cirebon.

Sumber: http://muslim.or.id/?p=9


--------------------------------------------------------------------------------

.:: HaditsWeb ::.
buku islami

Sejarah singkat Imam Hanafi

Sejarah Singkat Imam Hanafi


Imam Abu Hanifah An-Nu’man bin Tsabit al-Kufiy merupakan orang yang faqih di negeri Irak, salah satu imam dari kaum muslimin, pemimpin orang-orang alim, salah seorang yang mulia dari kalangan ulama dan salah satu imam dari empat imam yang memiliki madzhab. Di kalangan umat Islam, beliau lebih dikenal dengan nama Imam Hanafi.

Nasab dan Kelahirannya bin Tsabit bin Zuthi (ada yang mengatakan Zutha) At-Taimi Al-Kufi
Beliau adalah Abu Hanifah An-Nu’man Taimillah bin Tsa’labah. Beliau berasal dari keturunan bangsa persi. Beliau dilahirkan pada tahun 80 H pada masa shigharus shahabah dan para ulama berselisih pendapat tentang tempat kelahiran Abu Hanifah, menurut penuturan anaknya Hamad bin Abu Hadifah bahwa Zuthi berasal dari kota Kabul dan dia terlahir dalam keadaan Islam. Adapula yang mengatakan dari Anbar, yang lainnya mengatakan dari Turmudz dan yang lainnya lagi mengatakan dari Babilonia.

Perkembangannya
Ismail bin Hamad bin Abu Hanifah cucunya menuturkan bahwa dahulu Tsabit ayah Abu Hanifah pergi mengunjungi Ali Bin Abi Thalib, lantas Ali mendoakan keberkahan kepadanya pada dirinya dan keluarganya, sedangkan dia pada waktu itu masih kecil, dan kami berharap Allah subhanahu wa ta’ala mengabulkan doa Ali tersebut untuk kami. Dan Abu Hanifah At-Taimi biasa ikut rombongan pedagang minyak dan kain sutera, bahkan dia punya toko untuk berdagang kain yang berada di rumah Amr bin Harits.

Abu Hanifah itu tinggi badannya sedang, memiliki postur tubuh yang bagus, jelas dalam berbicara, suaranya bagus dan enak didengar, bagus wajahnya, bagus pakaiannya dan selalu memakai minyak wangi, bagus dalam bermajelis, sangat kasih sayang, bagus dalam pergaulan bersama rekan-rekannya, disegani dan tidak membicarakan hal-hal yang tidak berguna.

Beliau disibukkan dengan mencari atsar/hadits dan juga melakukan rihlah untuk mencari hal itu. Dan beliau ahli dalam bidang fiqih, mempunyai kecermatan dalam berpendapat, dan dalam permasalahan-permasalahan yang samar/sulit maka kepada beliau akhir penyelesaiannya.

Beliau sempat bertemu dengan Anas bin Malik tatkala datang ke Kufah dan belajar kepadanya, beliau juga belajar dan meriwayat dari ulama lain seperti Atha’ bin Abi Rabbah yang merupakan syaikh besarnya, Asy-Sya’bi, Adi bin Tsabit, Abdurrahman bin Hurmuj al-A’raj, Amru bin Dinar, Thalhah bin Nafi’, Nafi’ Maula Ibnu Umar, Qotadah bin Di’amah, Qois bin Muslim, Abdullah bin Dinar, Hamad bin Abi Sulaiman guru fiqihnya, Abu Ja’far Al-Baqir, Ibnu Syihab Az-Zuhri, Muhammad bin Munkandar, dan masih banyak lagi. Dan ada yang meriwayatkan bahwa beliau sempat bertemu dengan 7 sahabat.

Beliau pernah bercerita, tatkala pergi ke kota Bashrah, saya optimis kalau ada orang yang bertanya kepadaku tentang sesuatu apapun saya akan menjawabnya, maka tatkala diantara mereka ada yang bertanya kepadaku tentang suatu masalah lantas saya tidak mempunyai jawabannya, maka aku memutuskan untuk tidak berpisah dengan Hamad sampai dia meninggal, maka saya bersamanya selama 10 tahun.

Pada masa pemerintahan Marwan salah seorang raja dari Bani Umayyah di Kufah, beliau didatangi Hubairoh salah satu anak buah raja Marwan meminta Abu Hanifah agar menjadi Qodhi (hakim) di Kufah akan tetapi beliau menolak permintaan tersebut, maka beliau dihukum cambuk sebanyak 110 kali (setiap harinya dicambuk 10 kali), tatkala dia mengetahui keteguhan Abu Hanifah maka dia melepaskannya.

Adapun orang-orang yang belajar kepadanya dan meriwayatkan darinya diantaranya adalah sebagaimana yang disebutkan oleh Syaikh Abul Hajaj di dalam Tahdzibnya berdasarkan abjad diantaranya Ibrahin bin Thahman seorang alim dari Khurasan, Abyadh bin Al-Aghar bin Ash-Shabah, Ishaq al-Azroq, Asar bin Amru Al-Bajali, Ismail bin Yahya Al-Sirafi, Al-Harits bin Nahban, Al-Hasan bin Ziyad, Hafsh binn Abdurrahman al-Qadhi, Hamad bin Abu Hanifah, Hamzah temannya penjual minyak wangi, Dawud Ath-Thai, Sulaiman bin Amr An-Nakhai, Su’aib bin Ishaq, Abdullah ibnul Mubarok, Abdul Aziz bin Khalid at-Turmudzi, Abdul karim bin Muhammad al-Jurjani, Abdullah bin Zubair al-Qurasy, Ali bin Zhibyan al-Qodhi, Ali bin Ashim, Isa bin Yunus, Abu Nu’aim, Al-Fadhl bin Musa, Muhammad bin Bisyr, Muhammad bin Hasan Assaibani, Muhammad bin Abdullah al-Anshari, Muhammad bin Qoshim al-Asadi, Nu’man bin Abdus Salam al-Asbahani, Waki’ bin Al-Jarah, Yahya bin Ayub Al-Mishri, Yazid bin Harun, Abu Syihab Al-Hanath Assamaqondi, Al-Qodhi Abu Yusuf, dan lain-lain.

Penilaian para ulama terhadap Abu Hanifah
Berikut ini beberapa penilaian para ulama tentang Abu Hanifah, diantaranya:

1. Yahya bin Ma’in berkata, “Abu Hanifah adalah orang yang tsiqoh, dia tidak membicarakan hadits kecuali yang dia hafal dan tidak membicarakan apa-apa yang tidak hafal”. Dan dalam waktu yang lain beliau berkata, “Abu Hanifah adalah orang yang tsiqoh di dalam hadits”. Dan dia juga berkata, “Abu hanifah laa ba’sa bih, dia tidak berdusta, orang yang jujur, tidak tertuduh dengan berdusta, …”.

2. Abdullah ibnul Mubarok berkata, “Kalaulah Allah subhanahu wa ta’ala tidak menolong saya melalui Abu Hanifah dan Sufyan Ats-Tsauri maka saya hanya akan seperti orang biasa”. Dan beliau juga berkata, “Abu Hanifah adalah orang yang paling faqih”. Dan beliau juga pernah berkata, “Aku berkata kepada Sufyan Ats-Tsauri, ‘Wahai Abu Abdillah, orang yang paling jauh dari perbuatan ghibah adalah Abu Hanifah, saya tidak pernah mendengar beliau berbuat ghibah meskipun kepada musuhnya’ kemudian beliau menimpali ‘Demi Allah, dia adalah orang yang paling berakal, dia tidak menghilangkan kebaikannya dengan perbuatan ghibah’.” Beliau juga berkata, “Aku datang ke kota Kufah, aku bertanya siapakah orang yang paling wara’ di kota Kufah? Maka mereka penduduk Kufah menjawab Abu Hanifah”. Beliau juga berkata, “Apabila atsar telah diketahui, dan masih membutuhkan pendapat, kemudian imam Malik berpendapat, Sufyan berpendapat dan Abu Hanifah berpendapat maka yang paling bagus pendapatnya adalah Abu Hanifah … dan dia orang yang paling faqih dari ketiganya”.

3. Al-Qodhi Abu Yusuf berkata, “Abu Hanifah berkata, tidak selayaknya bagi seseorang berbicara tentang hadits kecuali apa-apa yang dia hafal sebagaimana dia mendengarnya”. Beliau juga berkata, “Saya tidak melihat seseorang yang lebih tahu tentang tafsir hadits dan tempat-tempat pengambilan fiqih hadits dari Abu Hanifah”.

4. Imam Syafii berkata, “Barangsiapa ingin mutabahir (memiliki ilmu seluas lautan) dalam masalah fiqih hendaklah dia belajar kepada Abu Hanifah”

5. Fudhail bin Iyadh berkata, “Abu Hanifah adalah seorang yang faqih, terkenal dengan wara’-nya, termasuk salah seorang hartawan, sabar dalam belajar dan mengajarkan ilmu, sedikit bicara, menunjukkan kebenaran dengan cara yang baik, menghindari dari harta penguasa”. Qois bin Rabi’ juga mengatakan hal serupa dengan perkataan Fudhail bin Iyadh.

6. Yahya bin Sa’id al-Qothan berkata, “Kami tidak mendustakan Allah swt, tidaklah kami mendengar pendapat yang lebih baik dari pendapat Abu Hanifah, dan sungguh banyak mengambil pendapatnya”.

7. Hafsh bin Ghiyats berkata, “Pendapat Abu Hanifah di dalam masalah fiqih lebih mendalam dari pada syair, dan tidaklah mencelanya melainkan dia itu orang yang jahil tentangnya”.

8. Al-Khuroibi berkata, “Tidaklah orang itu mensela Abu Hanifah melainkan dia itu orang yang pendengki atau orang yang jahil”.

9. Sufyan bin Uyainah berkata, “Semoga Allah merahmati Abu Hanifah karena dia adalah termasuk orang yang menjaga shalatnya (banyak melakukan shalat)”.

Beberapa penilaian negatif yang ditujukan kepada Abu Hanifah
Abu Hanifah selain dia mendapatkan penilaian yang baik dan pujian dari beberapa ulama, juga mendapatkan penilaian negatif dan celaan yang ditujukan kepada beliau, diantaranya :

1. Imam Muslim bin Hajaj berkata, “Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit shahibur ro’yi mudhtharib dalam hadits, tidak banyak hadits shahihnya”.

2. Abdul Karim bin Muhammad bin Syu’aib An-Nasai berkata, “Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit tidak kuat hafalan haditsnya”.

3. Abdullah ibnul Mubarok berkata, “Abu Hanifah orang yang miskin di dalam hadits”.

4. Sebagian ahlul ilmi memberikan tuduhan bahwa Abu Hanifah adalah murji’ah dalam memahi masalah iman. Yaitu penyataan bahwa iman itu keyakinan yang ada dalam hati dan diucapkan dengan lisan, dan mengeluarkan amal dari hakikat iman.

Dan telah dinukil dari Abu Hanifah bahwasanya amal-amal itu tidak termasuk dari hakekat imam, akan tetapi dia termasuk dari sya’air iman, dan yang berpendapat seperti ini adalah Jumhur Asy’ariyyah, Abu Manshur Al-Maturidi … dan menyelisihi pendapat ini adalah Ahlu Hadits … dan telah dinukil pula dari Abu Hanifah bahwa iman itu adalah pembenaran di dalam hati dan penetapan dengan lesan tidak bertambah dan tidak berkurang. Dan yang dimaksudkan dengan “tidak bertambah dan berkurang” adalah jumlah dan ukurannya itu tidak bertingkat-tingkat, dak hal ini tidak menafikan adanya iman itu bertingkat-tingkat dari segi kaifiyyah, seperti ada yang kuat dan ada yang lemah, ada yang jelas dan yang samar, dan yang semisalnya …

Dan dinukil pula oleh para sahabatnya, mereka menyebutkan bahwa Abu Hanifah berkata, ‘Orang yang terjerumus dalam dosa besar maka urusannya diserahkan kepada Allah’, sebagaimana yang termaktub dalam kitab “Fiqhul Akbar” karya Abu Hanifah, “Kami tidak mengatakan bahwa orang yang beriman itu tidak membahayakan dosa-dosanya terhadap keimanannya, dan kami juga tidak mengatakan pelaku dosa besar itu masuk neraka dan kekal di neraka meskipun dia itu orang yang fasiq, … akan tetapi kami mengatakan bahwa barangsiapa beramal kebaikan dengan memenuhi syarat-syaratnya dan tidak melakukan hal-hal yang merusaknya, tidak membatalakannya dengan kekufuran dan murtad sampai dia meninggal maka Allah tidak akan menyia-nyiakan amalannya, bahklan -insya Allah- akan menerimanya; dan orang yang berbuat kemaksiatan selain syirik dan kekufuran meskipun dia belum bertaubat sampai dia meninggal dalam keadaan beriman, maka di berasa dibawah kehendak Allah, kalau Dia menghendaki maka akan mengadzabnya dan kalau tidak maka akan mengampuninya.”

5. Sebagian ahlul ilmi yang lainnya memberikan tuduhan kepada Abu Hanifah, bahwa beliau berpendapat Al-Qur’an itu makhluq.
Padahahal telah dinukil dari beliau bahwa Al-Qur’an itu adalah kalamullah dan pengucapan kita dengan Al-Qur’an adalah makhluq. Dan ini merupakan pendapat ahlul haq …,coba lihatlah ke kitab beliau Fiqhul Akbar dan Aqidah Thahawiyah …, dan penisbatan pendapat Al-Qur’an itu dalah makhluq kepada Abu Hanifah merupakan kedustaan”.

Dan di sana masih banyak lagi bentuk-bentuk penilaian negatif dan celaan yang diberikan kepada beliau, hal ini bisa dibaca dalam kitab Tarikh Baghdad juz 13 dan juga kitab al-Jarh wa at-Ta’dil Juz 8 hal 450.

Dan kalian akan mengetahui riwayat-riwayat yang banyak tentang cacian yang ditujukan kepada Abiu Hanifah -dalam Tarikh Baghdad- dan sungguh kami telah meneliti semua riwayat-riwayat tersebut, ternyata riwayat-riwayat tersebut lemah dalam sanadnya dan mudhtharib dalam maknanya. Tidak diragukan lagi bahwa merupakan cela, aib untuk ber-ashabiyyah madzhabiyyah, … dan betapa banyak dari para imam yang agung, alim yang cerdas mereka bersikap inshaf (pertengahan ) secara haqiqi. Dan apabila kalian menghendaki untuk mengetahui kedudukan riwayat-riwayat yang berkenaan dengan celaan terhadap Abu Hanifah maka bacalah kitab al-Intiqo’ karya Al-Hafizh Ibnu Abdil Barr, Jami’ul Masanid karya al-Khawaruzumi dan Tadzkiratul Hufazh karya Imam Adz-Dzahabi. Ibnu Abdil Barr berkata, “Banyak dari Ahlul Hadits – yakni yang menukil tentang Abu Hanifah dari al-Khatib (Tarikh baghdad) – melampaui batas dalam mencela Abu Hanifah, maka hal seperti itu sungguh dia menolak banyak pengkhabaran tentang Abu Hanifah dari orang-orang yang adil”

Beberapa nasehat Imam Abu Hanifah
Beliau adalah termasuk imam yang pertama-tama berpendapat wajibnya mengikuti Sunnah dan meninggalkan pendapat-pendapatnya yang menyelisihi sunnah. dan sungguh telah diriwayatkan dari Abu Hanifah oleh para sahabatnya pendapat-pendapat yang jitu dan dengan ibarat yang berbeda-beda, yang semuanya itu menunjukkan pada sesuatu yang satu, yaitu wajibnya mengambil hadits dan meninggalkan taqlid terhadap pendapat para imam yang menyelisihi hadits. Diantara nasehat-nasehat beliau adalah:

a. Apabila telah shahih sebuah hadits maka hadits tersebut menjadi madzhabku
Berkata Syaikh Nashirudin Al-Albani, “Ini merupakan kesempurnaan ilmu dan ketaqwaan para imam. Dan para imam telah memberi isyarat bahwa mereka tidak mampu untuk menguasai, meliput sunnah/hadits secara keseluruhan”. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh imam Syafii, “maka terkadang diantara para imam ada yang menyelisihi sunnah yang belum atau tidak sampai kepada mereka, maka mereka memerintahkan kepada kita untuk berpegang teguh dengan sunnah dan menjadikan sunah tersebut termasuk madzhab mereka semuanya”.

b. Tidak halal bagi seseorang untuk mengambil/memakai pendapat kami selama dia tidak mengetahui dari dalil mana kami mengambil pendapat tersebut. dalam riwayat lain, haram bagi orang yang tidak mengetahui dalilku, dia berfatwa dengan pendapatku. Dan dalam riawyat lain, sesungguhnya kami adalah manusia biasa, kami berpendapat pada hari ini, dan kami ruju’ (membatalkan) pendapat tersebut pada pagi harinya. Dan dalam riwayat lain, Celaka engkau wahai Ya’qub (Abu Yusuf), janganlah engakau catat semua apa-apa yang kamu dengar dariku, maka sesungguhnya aku berpendapat pada hari ini denga suatu pendapat dan aku tinggalkan pendapat itu besok, besok aku berpendapat dengan suatu pendapat dan aku tinggalkan pendapat tersebut hari berikutnya.

Syaikh Al-Albani berkata, “Maka apabila demikian perkataan para imam terhadap orang yang tidak mengetahui dalil mereka. maka ketahuilah! Apakah perkataan mereka terhadap orang yang mengetahui dalil yang menyelisihi pendapat mereka, kemudian dia berfatwa dengan pendapat yang menyelisishi dalil tersebut? maka camkanlah kalimat ini! Dan perkataan ini saja cukup untuk memusnahkan taqlid buta, untuk itulah sebaigan orang dari para masyayikh yang diikuti mengingkari penisbahan kepada Abu Hanifah tatkala mereka mengingkari fatwanya dengan berkata “Abu Hanifah tidak tahu dalil”!.

Berkata Asy-sya’roni dalam kitabnya Al-Mizan 1/62 yang ringkasnya sebagai berikut, “Keyakinan kami dan keyakinan setiap orang yang pertengahan (tidak memihak) terhadap Abu Hanifah, bahwa seandainya dia hidup sampai dengan dituliskannya ilmu Syariat, setelah para penghafal hadits mengumpulkan hadits-haditsnya dari seluruh pelosok penjuru dunia maka Abu Hanifah akan mengambil hadits-hadits tersebut dan meninggalkan semua pendapatnya dengan cara qiyas, itupun hanya sedikit dalam madzhabnya sebagaimana hal itu juga sedikit pada madzhab-madzhab lainnya dengan penisbahan kepadanya. Akan tetapi dalil-dalil syari terpisah-pesah pada zamannya dan juga pada zaman tabi’in dan atbaut tabiin masih terpencar-pencar disana-sini. Maka banyak terjadi qiyas pada madzhabnya secara darurat kalaudibanding dengan para ulama lainnya, karena tidak ada nash dalam permasalahan-permasalahan yang diqiyaskan tersebut. berbeda dengan para imam yang lainnya, …”. Kemudian syaikh Al-Albani mengomentari pernyataan tersebut dengan perkataannya, “Maka apabila demikian halnya, hal itu merupakan udzur bagi Abu Hanifah tatkala dia menyelisihi hadits-hadits yang shahih tanpa dia sengaja – dan ini merupakan udzur yang diterima, karena Allah tidak membebani manusia yang tidak dimampuinya -, maka tidak boleh mencela padanya sebagaimana yang dilakukan sebagian orang jahil, bahkan wajib beradab dengannya karena dia merupakan salah satu imam dari imam-imam kaum muslimin yang dengan mereka terjaga agama ini. …”.

c. Apabila saya mengatakan sebuah pendapat yang menyelisihi kitab Allah dan hadits Rasulullah yang shahih, maka tinggalkan perkataanku.

Wafatnya
Pada zaman kerajaan Bani Abbasiyah tepatnya pada masa pemerintahan Abu Ja’far Al-Manshur yaitu raja yang ke-2, Abu Hanifah dipanggil kehadapannya untuk diminta menjadi qodhi (hakim), akan tetapi beliau menolak permintaan raja tersebut – karena Abu Hanifah hendak menjauhi harta dan kedudukan dari sultan (raja) – maka dia ditangkap dan dijebloskan kedalam penjara dan wafat dalam penjara.

Dan beliau wafat pada bulan Rajab pada tahun 150 H dengan usia 70 tahun, dan dia dishalatkan banyak orang bahkan ada yang meriwayatkan dishalatkan sampai 6 kloter.

(diambil dari majalah Fatawa)

Daftar Pustaka:
1. Tarikhul Baghdad karya Abu Bakar Ahmad Al-Khatib Al-Baghdadi cetakan Dar al-Kutub Ilmiyah Beirut
2. Siyarul A’lamin Nubala’ karya Al-Imam Syamsudin Muhammad bin Ahmad bin Utsman Adz-Dzahabi cetakan ke - 7 terbitan Dar ar-Risalah Beirut
3. Tadzkiratul Hufazh karya Al-Imam Syamsudin Muhammad bin Ahmad bin Utsman Adz-Dzahabi terbitan Dar al-Kutub Ilmiyah Beirut
4. Al-Bidayah wa an-Nihayah karya Ibnu Katsir cetakan Maktabah Darul Baz Beirut
5. Kitabul Jarhi wat Ta’dil karya Abu Mumahhan Abdurrahman bin Abi Hatim bin Muhammad Ar-Razi terbitan Dar al-Kutub Ilmiyah Beirut
6. Shifatu Shalatin Nabi karya Syaikh Nashirudin Al-Albani cetakan Maktabah Al-Ma’arif Riyadh

Sumber: http://muslim.or.id/?p=58

.:: HaditsWeb ::.


buku islami